Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Faisal Basri Sebut Program Ekonomi Hijau Tak Sejalan dengan Kebijakan: Banyak Lahan Sawit Ilegal

Ekonom senior Indef Faisal Basri menjelaskan fokus pemerintah pada isu green economy atau ekonomi hijau untuk mengurangi emisi tidak sejalan dengan kebijakannya.

22 Mei 2023 | 07.40 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ekonom Faisal Basri dalam diskusi Ngobrol @Tempo bertajuk "Menemukan Jalan Subsidi BBM Tepat Sasaran" di Gedung Tempo, Jakarta pada Selasa, 30 Agustus 2022. (Foto: Norman Senjaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengkiritisi fokus pemerintah atas green economy atau ekonomi hijau untuk mengurangi emisi. Kontribusi terbesar emisi rumah kaca, kata dia, adalah sektor Agriculture, Forestry and Other Land Use atau Afolu, kemudian energi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pasalnya, kata dia, langkah kebijakan yang diambil pemerintah tidak sejalan dengan ekonomi hijau itu sendiri. Karena tidak menyelesaikan masalah sektor Afolu, antara lain adanya lahan sawit ilegal yang merambah hutan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Sekitar 3 juta hektare lahan sawit itu menggunakan lahan hutan yang tidak boleh digunakan untuk komersial,” ujar dia dalam diskusi daring pada Minggu, 21 Mei 2023.

Faisal mempertanyakan proyek food estate yang dikomandoi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Selain itu, ada juga hutan yang dimanfaatkan untuk nikel. Contoh tersebut, kata dia, selalu berkaitan dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

“Jadi ayo kita bikin green economy yang baru ‘tapi yang existing jangan diutak-atik ya, itu kepentingan saya’ kata mereka begitu. Batu bara tidak diutak-atik,” tutur Faisal.

Pemerintah, kata dia, memang memiliki tujuan yang baik yaitu mengurangi emisi. Namun, dia menilai, dilakukan dengan cara yang tidak baik. Menurut dia 60 persen listrik di Indonesia itu masih menggunakan pembangkit batu bara.

“Kok tidak dibatalkan pembangkit listrik yang belum dibangun? Itu kan yang paling enak, batalkan, kalau yang sudah ada agak merepotkan, tapi mumpung belum dibangun batalkan,” ucap dia.

Menurut dia, sumber terbesar dari emisi tidak digubris pemerintah, sementara sekarang fokus pada subsidi kendaraan listrik baik mobil maupun sepeda motor. Dia mencontohkan Vietnam, karena penggunaan energinya cukup besar, maka mereka beralih ke kendaraan listrik.

“Di Indonesia energinya cuma 14 persen. Memerangi efek rumah kaca itu dilihat dari kontributor terbesarnya apa. Nah di sini kita lihat kontribusi besarnya adalah Afolu di Indonesia,” kata Faisal Basri.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Moh. Khory Alfarizi

Moh. Khory Alfarizi

Menjadi wartawan Tempo sejak 2018 dan meliput isu teknologi, sains, olahraga hingga kriminalitas. Alumni Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat, program studi akuntansi. Mengikuti program Kelas Khusus Jurnalisme Data Non-degree yang digelar AJI Indonesia pada 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus