Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Faisal Basri menyindir kebijakan Pajak Penjualan atas Barang Merah (PPnBM) alias pajak mobil 0 persen yang ikut disetujui oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Padahal, kata Faisal, Sri Mulyani memimpin menteri keuangan lain di dunia untuk mengatasi perubahan iklim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tapi baunya sedikit pun tidak ada dalam kebijakan, yang dikasih keringanan mobil," kata Faisal Basri dalam diskusi Trend Asia Insight Hub pada Selasa, 20 April 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seharusnya, kata Faisal, pemerintah baru membahu untuk mendorong ekonomi hijau, seperti mendukung pasar mobil listrik. Tapi, kata dia, kebijakan yang diambil justru membebaskan pajak untuk mobil konvensional.
Sebelumnya pada 11 Februari 2021, Sri Mulyani terpilih sebagai Co-Chair dari the Coalition of Finance Ministers for Climate Action (Koalisi) periode 2021-2023 menggantikan Menteri Keuangan Cile. Saat itu, Kemenkeu menyebut pemilihan ini dinilai mengafirmasi kepercayaan komunitas aksi perubahan iklim global yang besar pada Indonesia.
Selang beberapa hari, Sri Mulyani menerbitkan PPnBM 0 persen pada 25 Februari 2021 dan mulai berlaku 1 Maret 2021. Awalnya pada 2020 Sri Mulyani menolak, tapi akhirnya menyetujui kebijakan insentif pandemi Covid-19 yang berasal dari Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita ini.
Saat itu, Agus menyebut insentif ini diberikan karena industri otomotif memiliki rantai pasok yang panjang. Sehingga ketika insentif diberikan pada penjualan, maka semua industri yang terlibat di dalamnya pun bisa ikut bergerak.
Akan tetapi, Faisal mengatakan negara lain justru menjadi pandemi ini sebagai momentum perubahan. "Eh kamu perusahaan bermasalah, karena pandemi saya kasih insentif, tapi berubah ya bisnisnya, tidak merusak lingkungan lagi," kata Faisal mencontohkan.
Dari catatan Tempo, Sri Mulyani merupakan salah satu menteri yang rutin bicara soal perubahan iklim. Pada 30 Maret 2021 misalnya, Sri Mulyani membeberkan sejumlah dukungan Indonesia terhadap dampak perubahan iklim dari sisi pendanaan.
“Salah satunya adalah penerbitan surat berharga negara syariah atau sukuk yang berbasis pada program pengentasan dan pengurangan efek rumah kaca bernama green bonds,” ujar Sri Mulyani kala itu.
Dia mengatakan green bonds yang diterbitkan pada 2018 telah digunakan untuk mendanai program yang berkaitan dengan penanganan perubahan iklim. Yield atau imbal hasil yang harus dibayarkan pada penerbitan surat utang ini tingkatnya jauh lebih rendah ketimbang bonds konvensional lantaran pemanfaatannya ditujukan bagi program lingkungan.
Langkah Indonesia menerbitkan green bonds, tutur Sri Mulyani, disambut baik oleh investor. Bahkan, Indonesia disebut-sebut memperoleh penghargaan secara global atas peluncuran sukuk tersebut