Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta membatalkan surat penyitaan Satgas BLBI atas tanah PT Bogor Raya Development (BRD) dan PT Bogor Raya Estatindo (BRE).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan adanya pembatalan tersebut, otomatis tanah yang awalnya diklaim sebagai harta kekayaan milik obligor BLBI atas nama Setiawan Harjono dan Hendrawan Harjono pun tidak dapat dibuktikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: Kasus Kelangkaan Minyak Goreng, Sawit Watch Ajukan Banding Atas Kekeliruan Putusan PTUN
Sawit Watch mengajukan banding terhadap putusan PTUN dalam kasus kelangkaan dan kenaikan harga minya...
Pembatalan tersebut tertuang dalam putusan PTUN DKI Jakarta nomor perkara 226/G/2022/PTUN.JKT (BRD) dan nomor perkara 227/G/2022/PTUN.JKT (BRE) yang pada intinta menyatakan batal Surat Ketua Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) cabang DKI Jakarta yang mewakili Satgas BLBI.
Atas fakta tersebut, Majelis Hakim menilai bahwa PUPN tidak melaksanakan kewajibannya untuk memeriksa seluruh dokumen dan informasi yang penting dan relevan sebelum menetapkan Surat Perintah Penyitaan.
Sesuai dengan Pasal 5, Pasal 7 Ayat (1), Pasal 8 Ayat (2), Pasal 10 Ayat (1) dan Pasal 50 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan dan bertentangan dengan Asas Kecermatan.
Kuasa Hukum BRD dan BRE, Damian Agata Yuvens mengapresiasi putusan yang dijatuhkan oleh PTUN Jakarta. Ia menegaskan bahwa PTUN Jakarta telah dengan cermat melihat bahwa BRD dan BRE tidak memiliki hubungan dengan obligor BLBI manapun.
Selanjutnya: tanah yang bukan milik penanggung hutang BLBI tidak dapat disita ...
PTUN Jakarta juga telah menerapkan hukum secara tepat dengan menyatakan bahwa bidang tanah yang bukan milik penanggung hutang BLBI tidak dapat disita untuk kepentingan pembayaran hutang BLBI.
“Kami berharap kedua putusan ini dapat menjadi pelajaran bahwa pengembalian kerugian negara akibat dana BLBI tidak boleh dilakukan secara serampangan apalagi sampai merugikan pihak ketiga yang tidak terkait dengan BLBI.” katanya.
Kuasa Hukum BRD lainnya Leonard Arpan Aritonang menyuarakan keprihatinannya terhadap proses penagihan hutang BLBI yang cenderung tidak hati-hati.
“Kedua putusan ini menambah panjang daftar kelalaian pemerintah dalam melakukan pengurusan pengembalian aset BLBI. Sudah saatnya pemerintah melakukan introspeksi dan koreksi terhadap upaya penagihan yang dilakukannya," katanya.
Sebelumnya, Satgas BLBI menyita aset jaminan obligor BLBI, yaitu Setiawan Harjono dan Hendrawan Haryono di kawasan Bogor, Jawa Barat pada Rabu, 22 Juni 2022. Aset yang disita atas nama PT Bogor Raya Development, PT Asia Pacific Permai, dan PT PT Bogor Raya Estatindo.
Menkopolhukam Mahfud MD saat itu turut mendatangi lokasi penyitaan. Aset-aset yang disita berupa lapangan golf dan fasilitasnya serta dua buah bangunan hotel, yang terletak di Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
“Kami menyita total 89,1 hektar dengan perkiraan awal aset yang disita sebesar Rp 2 triliun,” kata Mahfud.
Menurut Mahfud, BLBI telah melakukan penagihan kepada Setiawan Harjono dan Hendrawan Haryono, tetapi yang bersangkutan tidak menyelesaikan kewajiban sesuai peraturan yang berlaku. Akhirnya melalui PUPN, Satgas BLBI melakukan penyitaan atas kewajiban PT Bank Aspac.
Setiawan Harjono dan Hendrawan Harjono adalah pemilik PT Bank Asia Pacific (Bank Aspac) yang mempunyai utang kepada negara sebesar Rp 3,57 triliun. Saat menerima dana BLBI, Setiawan Harjono (Steven Hui) dan Hendrawan Harjono (Xu Jiang Nan) adalah pemegang saham Bank Aspac. Bank tersebut saat itu berstatus bank beku kegiatan usaha (BBKU).
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini