Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Kemnaker Pernah Bahas THR Ojol pada 2024, Apa Bedanya dengan Tahun Ini?

Melihat perbedaan pembahasan wacana pemberian THR pengemudi ojol yang dilakukan Kemnaker pada 2024 dan 2025.

19 Februari 2025 | 10.18 WIB

Pengemudi ojek online yang tergabung  dalam Aliansi Pengemudi Online Bersatu (APOB) melakukan aksi 1812 di depan kantor Gojek, Jakarta, 18 Desember 2024. TEMPO/Subekti
Perbesar
Pengemudi ojek online yang tergabung dalam Aliansi Pengemudi Online Bersatu (APOB) melakukan aksi 1812 di depan kantor Gojek, Jakarta, 18 Desember 2024. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah serikat dan komunitas pengemudi ojek daring atau ojek online (ojol) berdemonstrasi menuntut pemberian tunjangan hari raya (THR) keagamaan pada Senin, 17 Februari 2025. Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati menilai, mitra pengemudi ojol memiliki hak sebagai pekerja, termasuk memperoleh THR. “Berdasarkan UU Nomor 13 (Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan), driver ojol sudah termasuk pekerja, karena mempunyai unsur pekerjaan (menghasilkan barang dan/atau jasa), serta upah (sebagai pekerja/buruh yang diterima sebagai imbalan dari pengusaha),” kata Lily saat berunjuk rasa di depan kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Jakarta, seperti dikutip dari Antara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Selain pada 2025, Kemnaker pernah membahas pemberian THR bagi mitra pengemudi ojol sejak tahun lalu. Lantas, apa perbedaannya? 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

2024: Status PKWT Ojol, Pemberian Insentif, hingga Penolakan Aplikator

Kala itu, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Dirjen PHI JSK) Kemnaker Indah Anggoro Putri mengungkapkan pengemudi ojol memenuhi persyaratan sebagai penerima THR. Mereka termasuk ke dalam kategori perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). “Ojek online termasuk yang kami imbau untuk dibayarkan (THR). Walaupun hubungan kerjanya adalah kemitraan, tetapi masuk dalam kategori PKWT. Jadi, ikut dalam coverage SE THR (Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/2/HK.04/III/2024),” ucap Indah dalam konferensi pers pada Senin, 18 Maret 2024. 

Namun, kemudian, Kemnaker menyatakan THR untuk pengemudi transportasi daring bersifat imbauan bagi perusahaan aplikator. Dengan demikian, perusahaan dapat menetapkan besaran dan mekanismenya masing-masing. “Terkait dengan THR untuk ojol dan kurir online, maksudnya adalah mengimbau kepada manajemen di perusahaan aplikator agar lebih peduli kepada mitranya,” ujar Indah dalam keterangan di akun media sosial resmi Ditjen PHI JSK Kemnaker, yang dikutip di Jakarta, Rabu, 20 Maret 2024. 

Senada dengan hal itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyebut imbauan pemerintah agar perusahaan aplikator memberikan THR ke pengemudi ojol dan kurir logistik semata-mata adalah niat baik. Karena, menurut dia, status hubungan kerja ojol sebenarnya adalah kemitraan. “Jadi, karena hubungan kemitraan, memang tidak masuk cakupan,” kata Ida di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 25 Maret 2024. 

Selama ini, lanjut Ida, perusahaan-perusahaan aplikator biasanya memberikan THR dalam bentuk insentif sebagai tanda perhatian kepada mitra ojol di hari raya. Dia pun berharap, ada aturan mengenai THR, terutama bagi pekerja yang hubungan kerjanya merupakan kemitraan. 

Menanggapi imbauan Kemnaker, dua perusahaan aplikator ojek daring, Gojek dan Grab kompak menolak memberikan THR kepada mitra. SVP Corporate Affairs Gojek, Rubi W. Purnomo mengungkapkan bahwa mitra pengemudi ojol tidak mempunyai ikatan kerja, seperti pegawai PKWT atau perjanjian kerja waktu tidak tentu (PKWTT). “Bukan termasuk ke dalam bentuk hubungan kerja, seperti PKWT, PKWTT, dan hubungan kerja lainnya,” ucap Rubi pada Rabu, 20 Maret 2024. 

Demikian pula, Chief of Public Affairs Grab Indonesia, Tirza R. Munusamy menyatakan bahwa pihaknya hanya akan memberikan THR kepada pegawai sesuai dengan peraturan yang berlaku, bukan kepada mitra pengemudi ojol. “Grab Indonesia akan memberikan THR kepada pekerja yang mempunyai hubungan kerja konvensional dalam bentuk PKWT dan PKWTT,” ujar Tirza ketika dihubungi Tempo, pada Selasa, 19 Maret 2024. 

2025: Koordinasi Lintas K/L hingga Soroti Status Kemitraan

Di tahun ini, Menaker Yassierli menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi bersama kementerian dan lembaga (K/L) terkait tuntutan pemberian THR bagi pengemudi taksi dan ojol. “Tadi pagi, saya sudah bicara dengan Ibu Menkomdigi (Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid), dan sebelumnya kita sudah sounding kepada Menteri Perhubungan (Dudy Purwagandhi). Kita sedang melihat bagaimana kita bisa mengeluarkan sebuah persepsi yang sama,” kata Yassierli di kantor Kemnaker, Jakarta, Senin, 17 Februari 2025. 

Adapun pemberian THR bagi pengemudi ojol, lanjut dia, menjadi salah satu diskusi antara Kemnaker dan Kemenhub pada Jumat, 24 Januari 2025. Saat itu, dia mengatakan bahwa perlindungan bagi pekerja pada layanan berbasis aplikasi adalah bagian dari Astacita Presiden Prabowo Subianto. 

Lebih lanjut, Yassierli menuturkan bahwa salah satu bentuk acuan Kemnaker dalam diskusi pemberian THR bagi pekerja angkutan daring adalah melihatnya sebagai salah satu budaya menjelang Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran setiap tahunnya. “Kata kuncinya, THR ini adalah budaya, dan kita jadikan momentum THR ini sebagai bukti bahwa pengusaha, dan kemudian driver memang (seharusnya) harmonis (dan saling menguntungkan) bersama-sama,” ucap Yassierli. 

Kemudian, Wamenaker Immanuel Ebenezer Gerungan menyoroti status kemitraan pengemudi ojol. Menurut dia, status tersebut mempunyai definisi yang vital, di mana posisinya seharusnya sejajar dan tidak merugikan satu sama lain. “Mitra ini menurut pemerintah, definisinya beda dengan aplikator. Kemitraan itu sejajar. Kalau tiba-tiba dipotong (pendapatan dari tarif jasa layanan), lalu tiba-tiba (akun) kena suspend, dan lainnya, itu namanya tidak sejajar. Yang pasti, kemitraan yang didefinisikan oleh aplikator itu salah,” ujar Immanuel di kantor Kemnaker, Jakarta, Senin, 17 Februari 2025. 

Hubungan kemitraan itu, menurut dia, sering kali menguntungkan aplikator untuk menetapkan tarif yang rendah, hingga memotong penghasilan pengemudi secara sepihak. Oleh karena itu, salah satu perhatian khusus bagi Kemnaker, yaitu membuat dan memperkuat payung hukum bagi para pekerja alat transportasi daring. “Ke depan kita akan membangun regulasi terkait legal standing (posisi hukumnya) mereka, bahwa mereka adalah sebagai pekerja, bukan mitra. Itu penting sekali, kita sedang merumuskan dan mengkaji hal itu,” kata Immanuel. 

Annisa Febiola, Riri Rahayu, Michelle Gabriela, Savero Aristia Wienanto, Riani Sanusi Putri, dan Novali Panji berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus