Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menanggapi Surat Edaran (SE) Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2022 tentang perdata khusus yang mengatur mekanisme pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) koperasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SE tersebut merespons masukan dari Satuan Tugas Penanganan Koperasi Bermasalah ihwal delapan koperasi simpan pinjam yang merugikan masyarakat sebesar Rp 26 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di dalam SE itu, disebutkan permohonan pernyataan pailit dan permohonan PKPU terhadap koperasi hanya bisa dilakukan oleh Menteri yang membidangi koperasi.
"Dengan adanya aturan ini, pengurus koperasi yang nakal tidak lagi bisa memakai skema dan modus pailit dan PKPU," kata Teten Masduki dalam konferensi pers di kantor Kementerian Koperasi dan UKM, Senin, 26 Desember 2022.
Sistem tersebut sama dengan mekanisme pada sektor perbankan, yakni PKPU atau kepailitan pada bank, hanya bisa dilakukan oleh Menteri Keuangan. Teten menilai keputusan tersebut merupakan terobosan besar dalam menyelesaikan kasus koperasi-koperasi bermasalah.
Pasalnya, ia sempat mengalami kesulitan dalam memitigasi delapan koperasi bermasalah tersebut lantaran tidak ada kerangka kerja yang jelas atau mekanisme penyelesaian masalah koperasi sebelumnya. "Tidak seperti di perbankan," tutur Teten.
Bahkan, kata Teten, Undang-undang (UU) Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian juga tidak memuat kewenangan dalam pengawasan koperasi. Dalam UU itu disebutkan bahwa pengawasan koperasi dilakukan secara internal di tubuh koperasi itu sendiri.
Oleh karena itu, Teten bersama seluruh stakeholder akan terus mendorong revisi UU Perkoperasian. "Insya Allah, tahun depan RUU Perkoperasian bisa kita tuntaskan," ucap Teten.
Ditambah dengan bakal adanya UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK), Teten menekankan akan ada batasan jelas dan tegas antara koperasi yang open loop dan close loop.
Teten menjelaskan koperasi open loop adalah koperasi yang melakukan praktik jasa keuangan di luar anggotanya, seperti jasa asuransi.
Berdasarkan UU PPSK, koperasi open loop akan berada di bawah perizinan dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Untuk itu, Kementerian Koperasi dan UKM selama dua tahun ke depan akan melakukan verifikasi, mana koperasi yang masuk kategori open loop dan mana yang close loop.
Dengan begitu, tidak ada lagi koperasi yang bermain di wilayah abu-abu, yaitu koperasi simpan pinjam yang berbadan hukum sebagai koperasi close loop tapi berbisnis jasa keuangan.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.