Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan hilirisasi sumber daya alam (SDA) bisa menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru. Menurut dia, SDA Indonesia dalam beberapa tahun terakhir diolah lebih lanjut di dalam negeri. Suahasil pun menyinggung langkah Indonesia menyetop ekspor bijih nikel beserta gugatan setelahnya oleh Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Nanti pertanyaannya, Pak kemarin disalahkan sama WTO (World Trade Organization) soal nikel. Ya, tapi hilirisasinya jalan saja terus, kita dorong saja terus,” ujar dia dalam acara Wealth Wisdom Mindfully Recovery PermataBank di The Ritz-Carlton, Jakarta Selatan, pada Selasa, 29 September 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suahasil menjelaskan, masyarakat tak perlu khawatir terhadap gugatan WTO. Pemerintah, kata dia, tidak akan menghentikan upaya hilirisasi. Secara paralel, negosiator Indonesia akan bekerja keras untuk menghadapi gugatan tersebut.
“Apakah itu menyetop hilirisasi? Tidak. Yang penting, hilirisasinya, kita dorong,” ucap dia.
Untuk hilirisasi SDA, kata Suahasil, pemerintah akan mengatur sektornya. Pemerintah juga akan mendukung pemberian keringanan seperti insentif pajak sampai relaksasi impor komponen untuk mendukung pengelolaan komoditas mentah.
Meski, kata dia, sejauh in pemerintah telah memberikan berbagai macam fasilitas fiskal untuk mendorong hilirisasi. “Itu semua kita lihat, banyak yang dikasih (keringanan itu). Dan kalau kita tahu persis ini adalah ujungnya hilirisai enggak apa-apa kita kasih, posisi pemerintah adalah ingin melihat sumber pertumbuhan ekonomi baru,” tutur Suahasil.
Selanjutnya, RI kalah gugatan soal ekspor nikel ore....
Indonesia Kalah Gugatan soal Larangan Ekspor Nikel
Sebelumnya, Indonesia kalah dalam gugatan larangan ekspor nikel di WTO. Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan pemerintah bakal mengajukan banding karena menilai keputusan panel belum memiliki keputusan tetap.
“Masih ada peluang untuk banding dan tidak perlu mengubah peraturan atau bahkan mencabut kebijakan yang tidak sesuai sebelum keputusan sengketa diadopsi DSB,” ujar Arifin dalam Raker dengan Komisi VII DPR RI, Senin, 21 November 2022.
Adapun peraturan perundang-undangan yang dinilai melanggar ketentuan WTO ialah UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 tahun 2019 perubahan kedua atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Selanjutnya, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian. Terakhir, Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Dalam hasil putusan final itu disebutkan bahwa kebijakan ekspor dan kewajiban pengolahan serta pemurnian mineral nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994. Pelanggaran itu tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994.
Panel juga menolak pembelaan yang diajukan Pemerintah Indonesia perihal keterbatasan jumlah cadangan nikel nasional dan untuk melaksanakan good mining practice (aspek lingkungan) sebagai dasar pembelaan. Putusan final tersebut akan didistribusikan kepada anggota WTO lainnya pada 30 November 2022. Kemudian, akan dimasukkan dalam agenda DSB pada 20 Desember 2022.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini .