Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira, menilai Rancangan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor (RUU PPSK) terdapat kontradiksi, yakni isu Burden Sharing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Burden sharing ini sangat berbahaya sekali. Pertama, burden sharing ini bisa beresiko meningkatkan inflasi, yang artinya Bank Indonesia cetak uang untuk membiayai SBN (Surat Berharga Negara), jadi bisa menambah jumlah uang beredar,” ujar Bhima ketika dihubungi Tempo pada Sabtu, 10 Desember 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meskipun burden sharing dianggap sebagai jalan keluar dalam menghadapi krisis, sebut Bhima, konsep tersebut menurunkan independensi Bank Indonesia. “Ini karena Bank Indonesia seolah di bawah komando Kementerian Keuangan karena dia harus membayar SBN, untuk SBN nya digunakan menambah defisit APBN,” kata dia.
Selanjutnya, selain masalah kontradiksi dan independensi Bank Indonesia, Bhima juga menyoroti soal disiplin fiskal. “Misalnya itu anggarannya bisa masuk ke Infrastruktur, bisa masuk proyek-proyek yang tidak ada korelasinya dengan penyelamat krisis atau penyelamatan sistem keuangan,” ucapnya. Tapi, lanjutnya, untuk menambal defisit APBN ketika pemerintah kesulitan menjual surat utang di pasar sekunder atau menjual surat utang kepada investor.
“Jadi di sinilah titik krusialnya, jangan sampai ada moral hazard,” tutur Bhima. Hal ini dikarenakan jika ada Moral Hazard, defisit seolah lebar asal ada Bank Indonesia sebagai stand by buyer.
Kalau disiplin fiskalnya menurun tetapi moral hazardnya tinggi, maka pemerintah atau eksekutif akan seenaknya mencari uang dari Bank Indonesia melalui SBN dengan dana yang digunakan untuk hal-hal yang tidak perlu atau pemborosan anggaran.
Dengan demikian, menurut Bhima, kalau keseluruhan membaca RUU PPSK, harus dikembalikan lagi ke intinya. “Intinya kan pengawasan, jangan sampai konglomerasi keuangan ini berdampak sistemik,” kata dia.
Lebih lanjut, Bhima mengimbau kemunculan fintech juga harus diatur lebih ketat. Kredit macet yang tinggi harus ditekan, jangan sampai kehadiran fintech justru merugikan masyarakat.
“Itu harusnya yang diperkuat, kalau ingin stabilitas ekonomi kita terjaga, jadi jangan out of topic, atau banyak pasal yang tidak relevan dimasukan kedalam RUU PPSK,” tutup Bhima.
DEFARA DHANYA PARAMITHA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini