Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) menjatuhkan sanksi berat kepada tujuh personel dalam kasus meninggalnya Budianto Sitepu. Berdasarkan sidang Komisi Etik Profesi Polri (KEPP), tiga polisi dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketiganya adalah Inspektur Polisi Dua (Ipda) Brigadir Polisi (Brigpol) ID, Brigpol FY, dan Brigadir Polisi Satu (Briptu) DA. "Selain itu, mereka juga harus menjalani penempatan khusus selama 20 hari. Meski demikian, ketiganya mengajukan banding atas putusan tersebut," kata Kapolda Sumut Inspektur Jenderal Whisnu Hermawan Februanto melalui keterangan resmi pada Senin, 3 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara itu, empat anggota lainnya dinyatakan bersalah secara etik dan dijatuhi sanksi demosi dengan masa bervariasi antara dua hingga enam tahun. Keempat polisi tersebut adalah Ajun Inspektur Polisi Satu (Aiptu) RS, Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda) BA, Brigadir Polisi Kepala (Bripka) TS, dan Brigpol BP.
"Mereka juga diwajibkan menjalani pembinaan rohani serta meminta maaf kepada pimpinan Polri dan keluarga korban," ujar Whisnu.
Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat Polda Sumut Komisaris Siti Rohani menambahkan, pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran akan terus diperketat. Dia menyebut, Polda Sumut ingin memastikan bahwa Polri tetap menjadi institusi yang dipercaya masyarakat.
"Masyarakat pun diharapkan tidak ragu untuk melaporkan jika menemukan tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik kepolisian," tutur Siti.
Sebelumnya, Budianto ditangkap oleh enam anggota Polrestabes Medan pada malam Natal, Selasa, 24 Desember 2024. Budianto ditangkap bersama kedua temannya, G dan D, di Desa Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, karena diduga melakukan pengancaman disertai kekerasan.
“Keterangan Dumaria senada dengan keterangan D yang juga merupakan korban kejadian kejam tersebut,” kata Direktur LBH Medan Irvan Saputra melalui keterangan tertulis, pada Jumat, 27 Desember 2024.
Kepolisian mengakui bahwa penangkapan dilakukan tanpa surat perintah. Hal ini lantaran ketiganya tertangkap tangan diduga melakukan tindakan yang dituduhkan tersebut di lokasi kejadian.
“Kemudian, para polisi ini langsung melakukan penganiayaan secara membabi-buta di lokasi kejadian, dan mereka pun langsung dimasukkan ke dalam mobil yang berbeda dan dibawa ke Polrestabes Medan,” kata Irvan.
Selain itu, kepolisian juga mengakui bahwa personelnya melakukan tindakan kekerasan saat mengamankan Budianto. Namun, saat itu mereka membantah adanya kekerasan terhadap Budianto di dalam sel tahanan.
Hingga akhirnya, dia meninggal dua hari setelah ditangkap. Kematian itu memicu kecurigaan istrinya, Dumaria Simangunsong, terutama karena jenazah Budianto tampak dipenuhi luka lebam.
Menurut keterangan Dumaria, Budianto membiru dan membengkak. Pada bagian kakinya terlihat bercak darah, dan pada dada dan bahunya terlihat seperti ada bekas pukulan.