Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menetapkan pejabat Direktorat Jenderal atau Dirjen Pajak Kementerian Keuangan sebagai tersangka. Selain itu, lembaga ini juga sudah membidik konsultan sebagai tersangka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, KPK belum resmi mengumumkan siapa saja yang menjadi tersangka dalam kasus suap pajak tersebut. "Kebijakan KPK saat ini akan dilakukan pengumuman terhadap tersangka setelah dilakukan upaya paksa baik itu penangkapan maupun penahanan," kata Pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri, Rabu, 3 Maret 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut beberapa fakta soal kasus ini:
1. Suap untuk Bantu Pajak Perusahaan
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata mengatakan, wajib pajak diduga memberikan uang kepada pejabat untuk mengurangi nilai pajak yang harus dibayarkannya.
“Menyangkut perpajakan itu ada kepentingan PT dengan pejabat pajak, kalau mau pajaknya rendah ada upahnya, tentu semuanya itu melanggar ketentuan peraturan di bidang perpajakan,” kata Alex di kantornya, Jakarta, Selasa, 2 Maret 2021.
Sumber yang mengetahui penyidikan kasus ini menjelaskan lebih detail bagaimana para wajib pajak berupaya mengakali nilai pajaknya. Sebuah perusahaan pertambangan diduga mengurus pajaknya untuk tahun 2016 dan 2017. Seharusnya untuk tahun 2016 jumlah kurang bayar pajak perusahaan ini sebesar Rp 91 miliar. Namun, Nilai Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan di tahun itu hanya sebesar Rp 70 miliar.
Selanjutnya untuk tahun 2017, jumlah lebih bayar pajak perusahaan ini seharusnya hanya Rp 27 miliar. Namun, jumlah lebih bayar yang ditetapkan di tahun itu justru mencapai Rp 59 miliar.
2. Nilai Suapnya Puluhan Miliar
Alexander mengatakan nilai suap dalam kasus ini diduga mencapai puluhan miliar. KPK, kata dia, berkoordinasi dengan Kemenkeu dalam penanganan kasus.
KPK, kata dia, akan menangani kasus suap, sementara Kemenkeu akan menangani kasus dugaan pelanggaran pajaknya. "Supaya ditentukan pajak yang bener berapa, kalau memang benar ada kekurangan pajak dendanya itu kan 200 persen," kata Alex.
Sumber Tempo mengatakan nilai suapnya mulai dari Rp 300 juta sampai Rp 30 miliar. Tergantung berapa banyak bantuan pajak yang diberikan.
3. Menyeret Perusahaan-perusahaan Besar
Menurut sumber Tempo, ada banyak perusahaan yang diduga terseret dalam kasus ini. Perusahaan tersebut ada yang bergerak di bidang pertambangan, perkebunan, perbankan, rokok, hingga produsen cat.
Salah satunya adalah perusahaan tambang batu bara. Perusahaan ini diketahui memiliki konsesi di area Pulau Kalimantan bagian selatan.
Perusahaan batu bara tersebut terhubung dengan grup lebih besar yang bidang usahanya bergerak di berbagai sektor. Perusahaan ini dimiliki oleh pengusaha tingkat nasional.
Perusahaan ini diduga menyetor Rp 30 miliar. Pemberian uang dilakukan melalui konsultan pajak. Pengurusan pemeriksaan pajak diduga dilakukan untuk pajak tahun 2016 dan 2017. Untuk tahun 2016 jumlah kurang bayar pajak perusahaan ini diduga sebesar Rp 91 miliar. Namun, jumlah kurang bayar yang terdapat dalam Nilai Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan di tahun itu hanya sebesar Rp 70 miliar.
4. Menkeu Sri Mulyani Membebastugaskan Pejabat yang Terlibat
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tidak mentoleransi korupsi dan pelanggaran kode etik yang dilakukan seluruh di lingkungan Kementerian. Hal itu merespons ihwal dugaan korupsi yang melibatkan pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
"Terhadap pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang oleh KPK diduga terlibat dalam dugaan suap tersebut, telah dilakukan pembebasan tugas dari jabatannya," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual, Rabu, 3 Maret 2021.
Hal itu, kata dia, bertujuan agar memudahkan proses penyidikan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Yang bersangkutan, kata dia, telah mengundurkan diri dan sedang diproses dari sisi administrasi ASN.
"Dengan langkah tersebut diharapkan proses penegakan hukum oleh KPK tidak akan memberikan imbas negatif pada kinerja Direktorat Jenderal Pajak," ujarnya.
Menurut sumber yang mengetahui penyidikan kasus ini, pejabat ini diduga adalah Angin Prayitno Aji. Ia merupakan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak. Sumber ini menuturkan pejabat ini ditengarai tak sendirian, ia juga dibantu oleh seorang Kepala Subdirektorat. Tempo sudah mencoba menghubungi Angin Prayitno melalui WhatsApp, namun belum direspon.