Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyebut perkara mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba, hampir serupa dengan perkara mantan Gubernur Papua Lukas Enembe. Meskipun demikian, KPK belum memutuskan apakah penyidikan terhadap Kasuba dihentikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebab, untuk mengambil keputusan terhadap penanganan perkara rasuah yang melibatkan terdakwa yang meninggal harus didiskusikan bersama dengan pimpinan dan biro hukum KPK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tentunya kami akan mendiskusikan nanti dengan biro hukum dan juga pimpinan. Kami akan rapimkan seperti apa," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Kamis, 20 Maret 2025.
Asep menjelaskan kelanjutan penanganan perkara Abdul Gani Kasuba perlu didiskusikan karena dalam aturannya ada klausul yang menyebutkan bahwa "ketika dalam penyidikan, kemudian penuntutan, dan lain-lain, tersangkanya meninggal, maka bisa dilakukan gugatan perdata oleh Jaksa Pengacara Negara, JPN,".
Penyidik, kata Asep, masih perlu mengusut perkara yang melibatkan Kasuba ini guna mengetahui apakah perkara tersebut merupakan perkara rasuah dengan kerugian keuangan negara atau bukan, termasuk soal uang pengganti.
Sementara untuk dugaan perkara lain yang masih ada kaitannya dengan perkara pokok, kemudian fakta-fakta persidangan, seperti soal Blok Medan, KPK masih menunggu hasil sidang yang telah inkrah atau berkekuatan hukum tetap. "Karena persidangannya tidak hanya Pak AGK tapi kan ada juga yang lainnya," ujarnya.
Mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba meninggal dalam usia 73 tahun di Ruang ICU RSUD dr Chasan Ternate pada Jumat, 14 Maret 2025 sekitar pukul 19.54 WIT setelah hampir dua bulan menderita sakit. Jenazah AGK dikebumikan di kampung halamannya di Desa Bibinoi, Kecamatan Bacan Timur Tengah, Kabupaten Halmahera Selatan pada Sabtu, 15 Maret 2025.
AGK, yang menjabat sebagai gubernur Malut dua periode itu, divonis bersalah dalam sidang di Pengadilan Tipikor Ternate pada Kamis 26 September 2024. Ia dihukum 8 tahun penjara dan pidana denda sejumlah Rp 300 juta. Ia juga dikenakan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 109 miliar dan US$ 90 ribu.
Bila Abdul Gani Kasuba tidak bisa membayar uang pengganti paling lama satu bulan sesudah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.
Abdul Gani mengajukan banding, namun Pengadilan Tinggi pada 18 November 2024, menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama. Ia kemudian mengajukan kasasi pada 19 Desember 2024 dan meninggal sebelum putusan kasasi turun.
Abdul Gani diyakini menerima suap proyek infrastruktur di Maluku Utara. Ia memerintahkan Kepala Unit Pengadaan Barang dan Jasa mengatur proses tender puluhan proyek pemerintah Provinsi Maluku Utara sejak 2021-2023 bernilai Rp 100 juta hingga puluhan miliar dengan pembagian keuntungan dari 10-15 persen setiap pekerjaan.
Pengadilan Tipikor Ternate menyatakan Abdul Gani Kasuba terbukti melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undangan tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Setelah vonis, KPK melanjutkan penyelidikan dugaan tindak pidana pencucian uang oleh AGK melalui aliran uang pembangunan gedung Yayasan Alkhairaat.
Yayasan Alkhairaat adalah salah satu organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di kawasan timur Indonesia. Untuk mengusut dugaan pencucian uang itu, penyidik KPK memeriksa Ketua Pengurus Besar Yayasan Alkhairaat, Asgar Basir Khan, sebagai saksi dalam kasus dugaan TPPU Abdul Gani Kasuba, pada 25 Oktober 2024.
KPK juga memeriksa dua anak Abdul Gani Kasuba, Nazlatan dan Muhammad Thariq Kasuba, sebagai saksi dalam dugaan kasus TPPU yang menjerat ayahnya. Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyampaikan Nazlatan diperiksa dalam kapasitas sebagai Komisaris PT Fajar Gemilang.