Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah memastikan tak dicantumkannya sejumlah nama tokoh yang dicurigai menerima dana korupsi proyek E-KTP tak mempengaruhi sah atau tidaknya dakwaan terhadap Setya Novanto.
Febri mengatakan tak dicantumkannya sejumlah tokoh penerima fulus dalam dakwaan Setya-sebelumnya terungkap dalam dakwaan Irman dan Sugiharto-merupakan bagian dari strategi lembaganya. "Sebab, perbuatan dari setiap terdakwa berbeda-beda. Sehingga dakwaan terhadap terdakwa hanya menjelaskan peran spesifik yang melibatkannya dalam korupsi," kata Febri kepada Tempo, Ahad, 17 Desember 2017.
Baca juga: Febri KPK: Dakwaan Setya Novanto Dibuat Spesifik
Berkas dakwaan terhadap Setya dibacakan pada Rabu pekan lalu, menggugurkan upayanya menggugat penetapan tersangka oleh KPK lewat praperadilan. Namun tim pengacara Setya mempersoalkan perbedaan isi dakwaan kliennya dengan berkas dakwaan Irman dan Sugiharto, dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri yang telah divonis pada Juli lalu dengan hukuman masing-masing 7 tahun dan 5 tahun penjara dalam perkara yang sama.
Salah satu perbedaan yang dipermasalahkan adalah tak dicantumkannya sejumlah nama yang dicurigai diperkaya akibat korupsi ini. Mereka yang namanya tak lagi disebut di antaranya adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014. Sebanyak 21 nama tak lagi disebutkan dalam berkas dakwaan Setya.
Menurut Febri, dakwaan atas Irman dan Sugiharto hanya menguraikan peran keduanya meloloskan proyek e-KTP di Kementerian. Adapun dakwaan atas Andi Agustinus alias Andi Narogong-kini dituntut 8 tahun penjara-mengungkap perannya sebagai pengusaha kaki tangan Setya dalam pelaksanaan proyek. "Sedangkan dalam dakwaan SN, kami menguraikan perannya sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar saat itu," kata Febri.
Secara garis besar, kata Febri, proses korupsi E-KTP dalam tiga dakwaan yang telah dibacakan sama. Nama-nama anggota Dewan bahkan sama sekali tak disebut dalam dakwaan Andi Narogong. Adapun dalam dakwaan Setya Novanto, bekas Ketua Umum Partai Golkar itu diduga berperan meloloskan anggaran proyek ini di Senayan pada 2010 sehingga mendapat jatah US$ 7,3 juta atau sekitar Rp 64,97 miliar-dengan kurs rupiah saat itu 8.900 per dolar, atau kini senilai Rp 99 miliar-dan sebuah jam tangan mewah Richard Mille senilai Rp 1,26 miliar.
ISTMAN MP | LANI DIANA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini