Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Alasan Komisi Yudisial Belum Periksa Majelis Hakim Terdakwa Korupsi Timah Harvey Moeis

Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial Joko Sasmito mengatakan baru menerima petikan putusan pada Kamis pagi.

17 Januari 2025 | 10.10 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Anggota Komisi Yudisial Joko Sasmito menerima Tim kuasa hukum Tom Lembong yang mengadukan hakim praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas dugaan pelanggaran kode etik di Kantor KY, Jakarta, 12 Desember 2024. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Yudisial (KY) belum memeriksa majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memvonis ringan terdakwa Harvey Moeis. Alasannya, KY masih menunggu salinan putusan untuk kemudian didalami dan dianalisis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Joko Sasmito mengatakan baru menerima petikan putusan yang dilihat dari Direktori Putusan pada Kamis pagi. Sedangkan laporan dugaan pelanggaran etik para hakim itu masuk pada 6 Januari 2025. "Karena masih menunggu salinan putusan, baru hari ini, tadi, kita bisa lihat. Di direktori putusan baru keluar," kata Joko kepada Tempo, Kamis, 16 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam perkara dugaan pelanggaran etik oleh hakim, Joko menjelaskan para terlapor biasanya diperiksa setelah para saksi selesai diperiksa. Apabila dugaan pelanggaran kode etiknya sudah kuat, barulah para terlapor diperiksa.

Ihwal lamanya proses pemeriksaan sampai dengan dikeluarkannya hasil rekomendasi, Joko berujar sesuai aturan yang ada, yakni dua bulan harus sudah selesai. Bahkan Joko menyebut yang menjadi permasalahan KY saat ini dalam memproses dugaan pelanggaran etik oleh hakim, yakni tidak boleh masuk dalam ranah pertimbangan hukum sepanjang sudah dipertimbangkan.

Dia menjelaskan untuk bisa mesuk dalam ranah tersebut harus melalui upaya hukum. Kecuali, kalau ada pertimbangan hukum yang tidak dipertimbangkan dalam suatu putusan perkaram. "Barulah kami bisa masuk, yang istilahnya masuk teknis yudisial," ujarnya.

Joko menyebut tidak hanya Komisi Yudisial, Mahkamah Agung pun tidak boleh mencampuri pembuktian hakim, yang mana itu menjadi permasalahan selama ini. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Harvey Moeis dengan pidana penjara 6 tahun dan 6 bulan karena terbukti melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Selain pidana penjara, Harvey Moeis juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara, serta pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 210 miliar subsider 2 tahun penjara. Putusan majelis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).

Harvey Moeis sebelumnya dituntut 12 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider satu tahun penjara, dan uang pengganti Rp 210 miliar subsider 6 tahun penjara. Harvey Moeis didakwa melakukan korupsi secara bersama-sama dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk pada 2015-2022. Perbuatannya itu mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun.

Mutia Yuantisya

Mutia Yuantisya

Alumnus Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Padang ini memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2022. Ia mengawalinya dengan menulis isu ekonomi bisnis, politik nasional, perkotaan, dan saat ini menulis isu hukum dan kriminal.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus