Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Anggota Komisi 3 DPR Salahkan Vonis Hakim soal Bebas Bersyarat Napi Koruptor

Sebanyak 23 napi koroptor mendapatkan bebas bersyarat. Disebut ada peran UU Pemasyarakatan hingga dibatalkannya PP pengetatan remisi koruptor.

17 September 2022 | 11.10 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum DPR Arsul Sani menilai banyaknya napi korupsi yang mendapatkan bebas bersyarat bukan disebabkan oleh revisi Undang-Undang Pemasyarakatan. Menurut dia, bebasnya napi korupsi disebabkan oleh vonis hakim yang terlalu ringan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Persoalan yang terkait dengan warga binaan pemasyarakatan terpidana korupsi itu bukan soal pemberian remisi atau pembebasan bersyarat, tetapi vonis yang ringan,” kata dia di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Jumat, 16 September 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politikus Partai Persatuan Pembangunan itu mengatakan syarat pembebasan bersyarat salah satunya adalah telah menjalani dua pertiga masa hukuman. Menurut dia, jika vonis hakim berat, maka dua pertiga dari masa hukumannya sudah terasa lama. “Persoalannya adalah vonisnya ringan, padahal kasusnya berat dan mencolok,” kata dia.

Wakil Ketua MPR tersebut mengatakan persoalan vonis ringan ini kerap dibicarakan dalam rapat konsultasi antara Komisi III DPR dengan Mahkamah Agung. Komisi III, kata dia, meminta agar MA membuat pedoman pemindaan agar vonis terhadap napi korupsi dijatuhkan secara proporsional.

Menurut dia, MA dapat mengklasifikasi pelaku korupsi sebagai pelaku utama, orang yang ikut serta, dan orang yang membantu. Dia menilai berat-ringan vonis hakim harus disesuaikan dengan peran setiap pelaku tersebut. “Tidak bisa dipukul rata,” ujar dia.

23 Napi Korupsi Bebas Bersyarat

Sebelumnya, 23 napi korupsi mendapatkan pembebasan bersyarat dari Kementerian Hukum dan HAM. Di antara mereka yang bebas terdapat nama-nama besar seperti mantan Gubernur Jambi Zumi Zola, mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari, dan mantan hakim konstitusi Patrialis Akbar. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham menyatakan pembebasan bersyarat itu sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor Tahun 22 Tahun 2022 tentang pemasyarakatan.

Indonesia Corruption Watch mengusulkan agar 23 narapidana korupsi yang mendapatkan bebas bersyarat untuk sowan ke Presiden Joko Widodo dan DPR. ICW menilai mereka harus berterima kasih kepada Jokowi dan DPR karena sudah merevisi UU Pemasyarakatan. “ICW mengusulkan kepada para puluhan koruptor yang baru saja mendapatkan pembebasan bersyarat agar segera menjadwalkan kunjungan ke Istana Negara dan DPR,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana lewat keterangan tertulis, Sabtu, 10 September 2022.

Kurnia mengatakan presiden dan DPR berjasa membantu mereka keluar penjara lebih cepat. Sebab tanpa revisi Undang-Undang Pemasyarakatan, kecil kemungkinan 23 koruptor itu bisa bebas lebih cepat. “Jadi, dapat dikatakan jasa presiden dan DPR amat besar dalam membantu para koruptor ini,” kata dia.

Pembatalan PP Pengetatan Remisi Koruptor

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata mengatakan mudahnya koruptor mendapatkan remisi dan bebas bersyarat tak terlepas dari dibatalkannya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 oleh Mahkamah Agung pada Januari 2022. Aturan itu dikenal dengan PP pengetatan remisi koruptor.

Menurut Alex, saat PP itu masih berlaku, pihak Kementerian Hukum dan HAM harus meminta rekomendasi dari KPK untuk memberikan hak kepada narapidana korupsi yang kasusnya ditangani lembaga antirasuah. Hak narapidana yang dimaksud Alex meliputi remisi dan bebas bersyarat. “Sekarang sepenuhnya kewenangan kementerian,” tutur dia.

Mengenai terdakwa korupsi, MA sebenarnya sudah mengeluarkan Peraturan MA (Perma) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sejak 24 Juli 2020. Aturan itu dibuat untuk menghindari perbedaan hukuman yang terlalu banyak antara satu pelaku dengan lainnya.

Pedoman itu mengatur tentang hal-hal yang harus dipertimbangkan hakim dalam menjatuhkan vonis. Di antaranya mempertimbangkan kategori keuangan negara, tingkat kesalahan terdakwa, dampak dan keuntungan, rentang penjatuhan pidana, keadaan-keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa, dll.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus