Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti mengatakan pergantian hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Aswanto dengan Sekertaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (sekjen MK), Guntur Hamzah oleh DPR RI seharusnya tidak boleh. Apalagi pemberhentian itu karena masalah putusan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bivitri menilai putusan yang diambil DPR untuk memberhentikan hakim di tengah masa jabatannya tidak ada dalam undang-undang (UU) MK. Dia menilai hal itu dapat membahayakan independensi MK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Independensi peradilan itu prinsip penting secara global, hakim tidak boleh 'dievaluasi' di tengah masa jabatannya secara politik oleh lembaga politik berdasarkan putusannya", kata Bivitri Susanti saat dihubungi oleh Tempo, Jumat, 30 September 2022.
Bivitri menegaskan evaluasi terhadap Hakim Mahkamah Konstitusi yang dilakukan DPR bukan berarti para wakil rakyat bisa seenaknya melakukan pemecatan di tengah masa jabatan. Ia juga menjelaskan, surat yang diterima DPR dari MK sebenarnya hanya untuk mengkonfirmasi soal Putusan MK dan bukan meminta pergantian hakim.
"Tapi surat itu dimaknainya berbeda. Dan cara ini (mengevaluasi di tengah masa jabatan) sama benar dengan usulan perubahan UU MK yang mau dijadikan usul inisiatif DPR itu", kata dia.
Sebelumnya Komisi III DPR RI mengganti Hakim Mahkamah Konstitusi Aswanto dengan Guntur Hamzah. Penggantian itu pun telah disahkan dalam rapat Paripurna DPR pada Kamis lalu, 29 September 2022.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto memberikan alasan pencopotan Aswanto karena kinerjanya mengecewakan. Dia menilai Aswanto sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi pilihan DPR kerap menganulir undang-undang yang disahkan oleh DPR. Anggota Fraksi PDIP itu pun menyebut Aswanto tak memiliki komitmen dengan DPR.
Bivitri menilai alasan yang diungkapkan Bambang itu keliru dan sangat politis. Dia menyatakan alasan tersebut seakan-akan DPR ingin menghukum hakim yang membatalkan produk undang-undang buatan mereka.
"Seorang hakim tidak boleh ditarik karena putusannya menyebalkan bagi politisi", kata dia.
Ia juga menjelaskan bahwasannya jabatan hakim bukanlah jabatan politik yang bisa dibicarakan dengan bingkai jabatan politik. Bivitri pun mengatakan DPR kecolongan secara prosedur, maka harusnya Ketua DPR tidak mengirim surat ke Presiden Jokowi untuk mengesahkan mencopot Aswanto dan mengesahkan Guntur Hamzah.
"Dan kalau pimpinan DPR tidak mau bertindak benar dan sesuai UU seperti ini, Presiden tidak seharusnya menandatangani SK penggantian hakim MK ini nanti", kata dia.
GADIS OKTAVIANI