Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NAMA Gregor Johann Haas mencuat setelah Badan Narkotika Nasional mengungkap jaringan pengiriman 5,1 kilogram sabu lewat udara pada 11 Desember 2023. Ia diduga mengendalikan pengiriman barang yang termasuk narkotik dan obat-obatan terlarang atau narkoba tersebut dari Filipina. Belakangan, diketahui Haas terhubung dengan Kartel Sinaloa, sindikat narkoba asal Meksiko yang dipimpin Joaquín Guzmán-Loera alias El Chapo, yang beroperasi di Asia Tenggara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pria 46 tahun itu adalah warga negara Australia. Menggunakan paspor Negeri Kanguru, Haas sudah mengantongi izin tinggal terbatas dari pemerintah Indonesia. “Saat mendapat izin, dia tertulis sebagai investor,” kata Kepala Biro Humas dan Protokol BNN Brigadir Jenderal Sulistyo Pudjo Hartono kepada Tempo di kantornya di Cawang, Jakarta Timur, Selasa, 9 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia memang berbisnis di Indonesia lewat PT Paradise Island Resorts. Perusahaan ini sudah tercatat di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Akta mutakhir PT Paradise pada 13 Februari 2023 mencatat Haas menguasai 99 persen saham. Dia juga menjabat direktur PT Paradise. Haas menggandeng dua warga negara Selandia Baru untuk memiliki sisa 1 persen saham dan menjadi komisaris di PT Paradise.
Haas mencatatkan PT Paradise sebagai penjamin ketika mengurus izin tinggal sementara di kantor keimigrasian. BNN menyebutkan, lewat perusahaan itu, Haas melakoni bisnis resor atau penginapan wisata di Gili Trawangan, Kelurahan Gili Indah, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. “Dia sudah tinggal lama di Indonesia,” ujar Kepala BNN Komisaris Jenderal Marthinus Hukom.
Tempo berupaya mencari penginapan milik Haas di Gili Trawangan, tapi tak membuahkan hasil. Sejumlah pihak, termasuk kepala dusun setempat dan pengusaha penginapan di Gili Trawangan, mengaku tak mengenal nama PT Paradise Island Resorts dan Gregor Johann Haas. Sejumlah penginapan kelas menengah di Gili Trawangan memang menggunakan nama “Paradise”, tapi tak diketahui kaitannya dengan PT Paradise.
Perjalanan Gregor Johann Haas berakhir pada 15 Mei 2024. Polisi dan Unit Pencarian Buronan (Fugitive Search Unit) Biro Imigrasi Filipina menangkap Haas di halaman rumahnya di Pulau Cebu. Penangkapan ini dilakukan berdasarkan red notice BNN kepada Interpol setelah nama Haas terseret kasus pengiriman 5,1 kilogram sabu asal Meksiko ke Jakarta pada Desember tahun lalu. Hingga kini, ia masih ditahan otoritas Filipina. “BNN berupaya mendatangkan dia ke Indonesia,” tutur Marthinus Hukom.
Selama di Filipina, Haas ditengarai menggunakan nama samaran Fernando Tremendo Chimenea. Filipina ternyata juga sudah mengendus sepak terjang Haas. Menteri Kehakiman Filipina Jesus Crispin Remulla juga mengatakan Haas adalah pentolan Kartel Sinaloa dan buron kelas atas. “Filipina bukanlah surga atau tempat perlindungan bagi buron asing,” ucap Remulla dalam keterangan tertulis pada 20 Mei 2024.
Di negara asalnya, Haas populer karena putranya, Payne Haas, adalah atlet rugbi di salah satu klub ternama yang berkompetisi di National Rugby League (NRL), Australia. Foto Haas bersama anaknya itu bertabur di berbagai media massa setempat. Dalam acara penghargaan untuk pemain NRL pada 2019, misalnya, Haas terpotret tengah mendampingi putranya. Haas junior menyebutkan ayahnya memiliki darah keturunan Filipina dan Swiss. Sementara itu, istri Haas berasal dari Samoa. “Saya bangga akan keberagaman itu,” ucap Payne Haas dalam tayangan wawancara di situs resmi klubnya pada 24 Maret 2022.
Kabar penangkapan Haas juga sudah menyebar di Australia. Putra Haas mendapat banyak dukungan dari rekan satu timnya. Pemerintah Australia ikut menyorot tertangkapnya Haas. Dikutip dari pemberitaan The Sydney Morning Herald, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengatakan negaranya akan melakukan upaya diplomatik untuk menghadapi perkara Haas. “Kami akan menyediakan bantuan konsuler,” katanya pada 19 Mei 2024.
BNN sedang berupaya mendatangkan Haas ke Indonesia. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, bandar narkotik bisa terancam hukuman mati. Sementara itu, Australia merupakan negara yang menentang hukuman mati. Kepala BNN Marthinus Hukom tak patah semangat. Ia tengah berupaya melobi Australia dan menyampaikan KUHP sudah melonggarkan hukuman mati. “Saya akan berdiskusi dengan Duta Besar Australia untuk Indonesia,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Abdul Latief Apriaman dari Lombok berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Bandar Berkedok Investor"