Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali melanjutkan penyidikan tersangka korupsi timah, yakni eks Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Alwin Albar. Penyidikan diketahui sempat terhenti kurang lebih sembilan bulan sejak Alwin ditetapkan sebagai tersangka pada Maret 2024 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyampaikan Alwin adalah salah satu tersangka yang ikut terlibat dalam tindak pidana korupsi timah. Harli juga mengatakan Alwin diduga turut berkontribusi dalam mengeluarkan kebijakan untuk tidak melakukan penambangan sendiri di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jadi dia saat menjabat menjadi direktur operasi dan produksi, turut mengeluarkan kebijakan untuk membeli bijih timah dari penambangan ilegal yang melakukan penambangan di wilayah IUP PT Timah,” kata Harli melalui keterangan tertulis, Kamis, 5 Desember 2024.
Alwin, kata Harli, diduga juga ikut membangun kerja sama atau bermitra dengan pihak jasa pertambangan serta mitra borongan pengangkutan. Dalam proses pengelolaan pertambangan timah itu, Alwin diduga juga ikut bersama-sama menjalankan metode jemput bola dan pengamanan aset dengan terdakwa korupsi timah lain seperti Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah dan Emil Ermindra selaku Direktur Keuangan PT Timah.
Diketahui metode jemput bola merupakan cara yang dilakukan PT Timah untuk melakukan pengamanan aset. Caranya, mereka melakukan pembelian bijih timah dari masyarakat yang melakukan penambangan ilegal, meski hal itu tidak diperbolehkan. Namun, praktiknya, perusahaan tetap membelinya dari para penambang ilegal tersebut dengan dalih sebagai pengamanan aset seperti yang dilakukan PT Timah.
“Namun senyatanya, PT Timah Tbk melakukan pembelian bijih timah yang ditambang dari IUP PT Timah Tbk sendiri oleh penambang ilegal maupun kolektor timah ilegal di Provinsi Bangka Belitung,” ujar Harli.
Akibat keterlibatannya itu, Alwin Albar disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Diketahui sebelumnya, sebelum terlibat dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah, Alwin juga terlibat dalam kasus korupsi pengadaan mesin pencuci pasir timah atau washing plant di Pangkalpinang.
Dalam perkara tersebut, Alwin sudah divonis 3 tahun penjara. Adapun untuk korupsi tata niaga timah, ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung pada 7 Maret 2024.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pangkalpinang menjatuhkan vonis tiga tahun penjara terhadap eks Direktur Operasi dan Produksi PT Timah itu. Vonis tiga tahun penjara tersebut jauh dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang meminta Alwin Albar dihukum dengan pidana penjara 14 tahun dalam korupsi proyek pembangunan mesin pencuci pasir timah atau Washing Plant wilayah Tanjung Gunung 2017-2019.
Pilihan Editor: Kejagung Akhirnya Periksa Eks Direktur PT Timah Alwin Albar, Sempat Tertunda 7 Bulan