Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pihak keluarga anggota The Family Muslim Cyber Army (MCA), Muhammad Luth, mengaku pasrah dengan proses hukum yang tengah dijalani salah seorang anggota keluarganya itu. Kakak ipar Luth, Agustina mengatakan keluarga menyerahkan segala proses hukum kepada pihak kepolisian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau bisa cepat diselesaikan" kata dia di rumahnya di Sunter Muara, Tanjung Priok, Jakarta Utara pada Rabu, 7 Maret 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ina, sapaan Agustina, mengatakan keluarga akan berlapang dada dengan segala hasil dari proses hukum yang tengah dijalani Luth. Bahkan bila M Luth nantinya dinyatakan bersalah, keluarga juga akan ikhlas menerima. "Kalau dia memang salah ya harus bertanggung jawab. Kalau enggak salah ya dibebaskan," kata dia.
Meski begitu, Ina mengaku merasa kasihan dengan istri Luth, Yuni yang kini tengah mengandung enam bulan. Ina pun ingin kasus ini cepat selesai, agar Yuni tidak banyak pikiran. "Cepat diselesaikan saja kasihan anak dan istrinya," ujarnya.
Muhammad Luth, 40 tahun merupakan salah satu anggota The Family MCA yang diciduk polisi pada Senin, 26 Februari 2018. Polisi menyatakan Luth bertugas membuat virus dan mengepalai grup tersebut. Luth juga disangka membuat konten provokatif dan ujaran kebencian.
Pada hari yang sama, polisi juga menangkap lima anggota The Family MCA lainnya di kota berbeda. Mereka adalah Rizki Surya Dharma (35), Ramdani Saputra (39), Tara Arsih Wijayani (40), Yuspiadin (24), dan Roni Sutrisno. Lalu polisi juga menangkap Bobby Gustiono (35) beberapa hari kemudian. Satu tersangka berinisial TM masih buron dan diduga berada di Korea Selatan.
The Family MCA merupakan komplotan yang diduga menyebarkan isu provokatif dan bermuatan suku, ras, agama dan antar golongan (SARA) di media sosial. Mereka kerap menyebarkan ujaran kebencian dan hoaks soal kebangkitan PKI, penganiayaan ulama, dan penyerangan nama baik presiden dan tokoh tertentu.
Para tersangka membuat konten kebencian lalu menyebarkannya melalui grup The Family MCA. Para anggotanya kemudian menyebarkan kembali unggahan itu ke grup yang lebih besar, yaitu Cyber Muslim Defeat Hoax. Grup besar ini akan menyebarkannya secara masif di media sosial. Polisi menjerat komplotan ini dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.