Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jakarta - Kuasa hukum Rizieq Shihab, Djudju Purwantoro, menyampaikan beberapa kesimpulan atas sidang gugatan praperadilan yang diajukan kliennya kliennya.
Pertama, surat perintah penangkapan dan surat perintah penahanan dari polisi terhadap kliennya dinilai cacat hukum administrasi dan tidak sah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dan sudah sepatutnya dibatalkan," ujar Djudju dalam keterangan tertulis tentang praperadilan kliennya, Rabu, 10 Maret 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cacat hukum administrasi itu, Djudju menjelaskan, karena penangkapan dan penahanan Rizieq didasari dua buah Surat Perintah Penyidikan alias Sprindik. Kedua Sprindik itu bernomor SP.Sidik/4604/XI/2020/Ditreskrimum, tanggal 26 November 2020, dan SP.Sidik/4735/XII/2020/Ditreskrimum tanggal 9 Desember 2020.
Menurut Djudju, Sprindik tersebut berdiri masing-masing dengan nomor, tanggal dan bulan yang berbeda-beda. "Padahal tersangkanya sama, yaitu, Habib Rizieq Shihab. Peristiwa hukum yang sama, yaitu 'berkerumun' di daerah Petamburan, Jakarta Pusat, dalam acara Maulid Nabi."
Baca juga : Penasehat Hukum Rizieq Shihab Mengaku Belum Terima Salinan BAP
Kesimpulan lain dalam persidangan ini adalah perkara khusus tidak dapat digabungkan sangkaannya dengan tindak pidana umum.
Menurut Djudju, delik pidana tentang larangan berkerumunan diatur klausulnya dalam pidana khusus, yaitu Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan. Sementara itu, termohon praperadilan, yakni Polri menahan Rizieq dengan sangkaan pidana umum di Pasal 160 KUHP.
"Konsekwensinya, surat perintah penahanan atas nama diri pemohon cacat hukum, karena menggabungkan peristiwa pidana khusus dengan pidana umum," demikian kuasa hukum Rizieq Shihab tersebut.
M YUSUF MANURUNG