Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Kejaksaan (Komjak) turut menyoroti penetapan seorang pria difabel sebagai tersangka oleh Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam dugaan pelecehan seksual fisik terhadap seorang mahasiswa perempuan di Mataram, NTB. Komisioner Komjak, Muhammad Yusuf, memastikan lembaganya memberikan perhatian khusus pada penanganan kasus ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kasus ini dipantau khusus oleh Komisi Kejaksaan dalam penanganan perkara, baik dari penerimaan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan), kemudian tahap kedua, sampai dalam proses persidangan,” ucap Yusuf melalui akun Instagram resmi Komisi Kejaksaan, pada Selasa, 3 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia pun mengimbau Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang nantinya akan ditunjuk oleh Kejaksaan Tinggi NTB, untuk memeriksa berkas perkara dengan saksama. “Lakukan penelitian berkas dengan cermat, hati-hati, terurai, dan sangat teliti, agar kasus ini tidak menjadi problem di kemudian hari,” kata Yusuf.
Adapun Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (Kejati NTB) menyatakan telah menerima berkas perkara tindak pidana pelecehan seksual fisik yang diduga dilakukan seorang penyandang disabilitas. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati NTB, Efrien Saputra, mengonfirmasi hal ini. “Penyidik Polda NTB telah melimpahkan berkas perkara Tahap I atas nama tersangka I Wayan Agus Suartama alias Agus ke jaksa peneliti Kejaksaan Tinggi NTB,” kata Efrien melalui aplikasi WhatsApp, Selasa, 3 Desember 2024.
Efrien mengatakan, penyidik Polda NTB sudah menyerahkan berkas perkara tersebut pada Jumat, 29 November 2024. Saat ini, jaksa peneliti masih memeriksa kelengkapan formil dan materil berkas itu.
“Kami masih menunggu hasil penelitian berkas perkara tahap I dari jaksa peneliti,” tutur Efrien. “Jika masih terdapat kekurangan syarat formil materil atau belum lengkap, maka akan segera kami kembalikan ke penyidik utk segera dilengkapi (P-18/P-19).”
Sementara jika jaksa peneliti menyatakan berkas sudah lengkap (P-21), maka dapat dilakukan tahap penyerahan tersangka dan barang bukti.
Sebelumnya, Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) menetapkan seorang pria difabel tanpa kedua lengan, IWAS alias Agus, sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana pelecehan seksual. Kepolisian mengatakan penetapan tersangka ini dilakukan setelah mereka melakukan berbagai tahapan proses penyelidikan sesuai ketentuan yang berlaku.
Penyidik menyatakan tersangka Agus, yang merupakan penyandang disabilitas, telah melakukan tindak pidana pelecehan seksual fisik dengan modus manipulasi melalui komunikasi verbal yang mampu mempengaruhi sikap dan psikologi korban. Agus dianggap memanfaatkan kondisi korban yang lemah, sehingga korban dapat dikuasai dan mengikuti kemauan pelaku.
"Perkara ini bukan perkara pemerkosaan yang kita anggap bahwa, pemerkosaan itu ada dengan melakukan kekerasan fisik, melakukan dengan anggota lengkap tubuh, dengan segala macamnya," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB, Komisaris Besar Syarif Hidayat.
Polisi menyebut bahwa dalam keterangannya, korban mengaku diancam dan dimanipulasi sehingga dia terpaksa melakukan hubungan seksual dengan tersangka. Pelaku diduga melakukan tipu muslihat dan mengancam akan membongkar aib korban kepada orang tuanya. Keterangan korban itu tercantum dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/166/X/2024/SPKT/POLDA NTB.
Oleh sebab itu, Syarif mengatakan, penyidik menerapkan sangkaan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Pasal tersebut tidak hanya bicara soal unsur paksaan dan kekerasan dalam hubungan seksual non-konsensual. Namun, pasal itu juga juga berkaitan dengan unsur tindakan yang menyebabkan seseorang tergerak untuk melakukan hubungan seksual, seperti melalui tipu muslihat yang bertujuan memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan, atau ketergantungan korban.
Saat ini, tersangka Agus menjalani proses hukum sebagai tahanan rumah. Kebijakan ini diambil oleh penyidik Polda NTB dengan mempertimbangkan kondisi tersangka yang merupakan penyandang disabilitas fisik, dan juga fasilitas di Polda NTB yang belum memadai untuk menangani tersangka dengan disabilitas.