Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Komnas Perempuan Masih Temukan Banyak Penyiksaan dan Penghukuman Kejam yang Tidak Manusiawi di Indonesia

Komnas Perempuan menyebut masih menemukan banyak praktik penyiksaan, penghukuman, dan tindakan kejam yang tidak manusiawi di Indonesia.

20 Oktober 2024 | 10.04 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Komnas Perempuan bersama Komnas HAM, KPAI dan KND menggelar konferensi pers guna mendesak DPR segera membahas dan mengesahkan RUU PPRT. Konferensi pers tersebut digelar di kantor Komnas Perempuan, Menteng, Jakarta Pusat, Jum'at, 19 Juli 2024. Tempo/Fauzi Ibrahim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyebut masih menemukan banyak praktik penyiksaan, penghukuman dan tindakan kejam yang tidak manusiawi di Indonesia. Temuan itu didapat oleh Komnas Perempuan bersama lembaga lain yang tergabung dalam Kerjasama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat aktor yang kerap melakukan praktik penyiksaan dan penghukuman kejam itu ialah negara dan aktor non negara. Aktor negara, kata Rainy, biasanya muncul dalam penggunaan kekuatan berlebihan dalam proses penangkapan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Pola penyiksaan oleh aktor negara muncul juga biasanya dari pendekatan militeristik, dengan kekerasan dan keinginan balas dendam masih menjadi norma yang hidup di dalam masyarakat,” ucap dia dalam keterangannya, Sabtu, 19 Oktober 2024.

Rainy mengatakan aktor non negara yang kerap melakukan praktik penyiksaan dan penghukuman kejam itu antara lain dari kalangan dukung, tokoh masyarakat, kelompok intoleran, suami, pemuka agama dan kelompok masyarakat lainnya. “Penyiksaan dan ill treatment juga bergeser pada ruang privat dialami oleh perempuan, anak dan disabilitas yang kerap berinteksi dengan kondisi kerentanan lainnya,” kata dia.

Rainy mengingatkan bahwa hingga saat ini pemerintah Indonesia belum menyampaikan laporan periodik kedua tentang ’Implementasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Penghukuman atau Perlakuan yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia atau Convention Against Torture (CAT)’. Menurut dia, seharusnya laporan itu sudah harus disampaikan pada 2012.

Akibatnya hingga saat ini belum tersedia informasi komprehensif tentang perkembangan upaya-upaya memutus penyiksaan termasuk penghukuman atau perbuatan kejam tidak manusiawi lain termasuk berbasis gender, anak dan disabilitas. ”Pada saat bersamaan agenda ratifikasi Protokol Opsional CAT terus tertunda dari sejak direncanakan dalam Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) tahun 2004-2009,” pungkasnya. 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus