Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Belakangan ini ramai terhadap kasus pembunuhan Vina dan Eky, dikenal Vina Cirebon, yang diduga adanya obstruction justice atau penghalangan proses hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dugaan tersebut diperkuat dengan adanya ungkapan dari Mabes Polri yang menemukan fakta baru terkait kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita dna Muhammad Rizky di Cirebon tersebut.
Selebumnya, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Sandi Nugroho menuturkan bahwa adanya pihak pelaku pembunuhan tersebut yang sempat menyambangi saksi agar dapat berbicara tidak sesuai fakta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam konferensi pers yang diadakan pada Rabu, 19 Juni 2024, Sandi mengatakan bahwa dalam fakta pengadilan ada saksi yang didatangi oleh pengacara dan pelaku, berserta orang tua para pelaku yang meminta agar tidak memberikan keterangan sesuai dengan faktanya. “Jika dapat mengungkapkan hasil sidang di pengadilan, maka aka nada sesuatu hal yang menarik,” tutur Sandi.
Meskipun demikian, istilah obstruction justice atau penghalangan proses hukum ini ramai didengar dari beberapa berita terkait kasus pidana yang serupa.
Apa itu obstruction justice?
Dikutip dari jurnal UNES LAW REVIEW yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sumatra Utara, obstruction justice merupakan suatu perbuatan yang diklasifikasikan sebagai tindak pidana karena menghalang-halangi atau merintangi proses hukum.
Obsturuction justice termuat dalam Pasal 221 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor: 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang tidak diatur secara tegas terhadap makna dari perbuatan “mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung” yang dalam ketentuan pasal tersebut sehingga menjadi sebuah kemungkinan bila adanya kesalahan dalam mengartikan makna perbuatan dalam ketentuan pasal.
Dalam Pasal 221 KUHP disebutkan, tindakan dari obstruction justice dapat menjadi sebuah tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku yang berusaha menghalang-halangi suatu proses hukum.
Mengutip dari Mulyadi, L. (2007). Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan Permasalahannya yang termuat dalam jurnal UNES LAW REVIEW tersebut menyebutkan bahwa tindakan obstruction justice dapat berupa mengancam dengan atau melalui kekerasan, atau dengan surat komunikasi yang mengancam, memengaruhi, menghalangi, atau menghalangi, atau berusaha untuk mempengaruhi, menghalangi administrasi peradilan atau proses hukum yang semestinya.
Arti obstruction justice dalam Pasal 221 KUHP
Dalam Pasal 221 KUHP berbunyi:
(1) diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ratus lima rupiah:
1. Barang siapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan, atau barang siapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh penjahat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.
2. Barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mepersukar benda-benda terhadap mana atau dengan nama kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menuntut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.
(2) Aturan tersebut tidak berlaku bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut dengan maksud untuk menghindarkan atau menghalaukan bahaya penuntutan terhadap seorang keluarga sedarah atau semenda garis lurus atau dalam garis menyimpang derajat kedua atau ketiga, atau terhadap suami/istrinya atau bekas suami/istrinya.
Arti obstruction justice dalam Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000 (serratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000 (enam ratus juta rupiah).
HAURA HAMIDAH I DEFARA DAHNYA PARAMITHA
Pilihan editor: Polri Diminta Menyelidiki Ulang Kematian Vina Cirebon