Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak uji materiil Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil juncto UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan perkara Nomor 35/PUU-XXI/2023 di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 6, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu dalil gugatan PT Gema Kreasi Perdana yang diwakili Rasnius Pasaribu dengan kuasa hukum Eric Armansyah, menyatakan Pasal 23 ayat (2) UU 2014 bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 281 ayat (2) UUD 1945.
PT Gema Kreasi Perdana (GKP) adalah perusahaan tambang nikel milik Harita Group yang beroperasi di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara.
Karena tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai sebagai larangan terhadap kegiatan lain selain yang diprioritaskan. "Termasuk kegiatan pertambangan berikut sarana prasarananya," bunyi dalil pemohon.
Dalam putusannya, MK menyatakan Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU Nomor 1 Tahun 2014 yang mengubah UU Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K) yang diuji oleh PT GKP tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945), tidak diskriminatif, dan telah memberikan kepastian hukum.
Salah satu poin pertimbangan MK, yang dibacakan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang juga terdiri dari wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang pada umumnya memiliki keanekaragaman potensi sumber daya alam sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, dan berfungsi salah satunya sebagai penyangga kedaulatan bangsa Indonesia.
"Jika pulau-pulau kecil yang berada di sepanjang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak dikelola dengan baik maka lambat laun akan hilang atau tenggelam," ujar hakim MK Asrul Sani.
Menanggapi pertimbangan hukum dan amar putusan MK tersebut, kuasa hukum warga Wawonii, Harimuddin mengatakan mengapresiasi putusan MK yang menolak permohonan PT GKP.
“Kami mengapresiasi keputusan MK untuk menolak seluruh permohonan PT GKP untuk melegalisasi kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil. Permohonan tersebut tentu tidak hanya akan berdampak pada keberlangsungan Pulau kecil Wawonii saja, namun seluruh pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia yang berjumlah lebih dari 16 ribu pulau. Karenanya, kami berterima kasih kepada MK yang masih menjaga mandat rakyat sebagai penjaga konstitusi”, ujarnya.