Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait sempat bertanya kepada tersangka muncikari yang mempekerjakan PSK anak di Kelapa Gading berinisial MC yang baru ditangkap polisi. Arist bertanya bagaimana perasaan pria 35 tahun tersebut jika adik kandungnya dijadikan pekerja seks komersial atau PSK oleh orang lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pasti marah, Pak," ujar MC di Polres Metro Jakarta Utara, Senin, 10 Februari 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tersangka MC mengaku memiliki adik perempuan dan satu orang anak usia delapan tahun. Ia dan istrinya, SR alias SH bertindak sebagai muncikari yang menampung PSK di bawah umur. MC mengaku menyesal.
"Motivasinya keuntungan, saya tahu itu salah dan saya menyesal," kata MC menjelaskan alasannya membuka bisnis prostitusi.
Selain pasangan suami istri itu, polisi juga menangkap tiga tersangka lain yang bertugas sebagai pengawas PSK. Mereka adalah adalah RT alias OZ (30), SP (36) dan ND alias BN (26). Oleh kelompok ini, para PSK ditampung di Apartemen Gading Nias di Tower Chrysant unit 20JB dan 21HC, Jakarta Utara. Polisi menggerebek tempat itu pada Rabu, 6 Februari 2020.
Polisi menemukan 9 PSK usia anak-anak umur antara 14 sampai 16 tahun. Mayoritas berasal dari Indramayu, Jawa Barat. Sedangkan 4 PSK lain berusia dewasa.
Para PSK dijual dengan sistem voucher. Satu voucher dibanderol dengan harga Rp 380 ribu. Rinciannya, Rp 200 ribu untuk penyedia tempat, Rp 75 ribu untuk mucikari dan 105 ribu untuk PSK. Komplotan ini bekerja di bawah naungan agensi bernama Agatha.
Terhadap para pelaku, polisi menjeratnya dengan Pasal 76F juncto Pasal 83 juncto Pasal 76I juncto Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Selanjutnya Pasal 2 Ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.