Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

PBHI Beberkan Bukti Indikasi Dugaan Korupsi Sertifikasi Pagar Laut Tangerang

Ketua PBHI Julis Ibrani menyebut ada dugaan suap dan praktik nominee dalam penerbitan sertifikat HGB pagar laut Tangerang.

3 Februari 2025 | 14.25 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid menunjukkan data peta garis pantai yang terdapat sertifikat HGB/HM pagar laut. ANTARA/Azmi Samsul Maari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pegiat antikorupsi menuntut Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menyelidiki dugaan korupsi dalam penerbitan surat Hak Guna Bangunan di area pagar laut Tangerang. Laporan dugaan korupsi itu disampaikan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 31 Oktober 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), ada dua perusahaan yang tercatat sebagai pemilik sertifikat HGB pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang itu, yaitu PT Intan Agung Makmur yang memiliki sertifikat HGB sebanyak 234 bidang serta PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang. Sertifikat itu juga dimiliki perorangan, yakni sebanyak sembilan bidang dan Surat Hak Milik (SHM) sebanyak 17 bidang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sesuai dengan akta perusahaan, pemilik saham PT Cahaya Inti Sentosa adalah PT Pantai Indah Kapuk Dua (PANI), PT Agung Sedayu, dan PT Tunas Mekar. Agung Sedayu Group milik Sugianto Kusuma atau Aguan dan Salim Group milik Anthoni Salim menjadi pemegang saham di PANI.

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani mengatakan salah satu indikasi telah terjadi korupsi adalah nihilnya proses administrasi dalam penerbitan sertifikat.

“Dalam kasus reklamasi Jakarta itu modusnya selalu suap. Sehingga tidak perlu ada proses di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), tidak perlu ada proses pemeriksaan, tiba-tiba dalam waktu satu hari sertifikatnya jadi,” kata Julius kepada wartawan di Gedung KPK. Dia pun telah meminta KPK untuk  memeriksa dan memvalidasi temuan tersebut. 

Indikasi lainnya, kata Julius, praktik nominee atau peminjaman nama untuk sertifikasi. Menurut Julius, di lapangan ditemukan  banyak KTP warga yang digunakan tanpa izin untuk dijadikan nominee dari pemilik-pemilik sertifikat itu. Tidak hanya itu, dia juga menyoroti anak perusahaan Agung Sedayu yang kantornya tidak bisa diidentifikasi. 

“Seseorang yang mengajukan sertifikasi lahan itu domisili hukumnya harus jelas. Harus ada pemeriksaan. Ini kantor dan perusahaannya bodong atau tidak. Tapi setelah kami cek, semua berubah tutup, tidak ada staff dan segala macamnya,” kata Julius. Dia pun menduga anak perusahaan ini merupakan badan hukum fiktif yang dipakai sebagai nominee. 

Mantan Ketua KPK Abraham Samad, yang juga menjadi bagian dari para pelapor, mengatakan KPK harus memeriksa semua pihak yang terlibat, mulai dari pejabat pemerintah sampai pemilik Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma atau Aguan. “Oleh karena itu, kami meminta supaya KPK tidak usah khawatir memanggil orang yang merasa dirinya kuat selama ini, yaitu Aguan,” ujar Abraham. 

Tempo telah mencoba mendatangi kantor PT Intan Agung Makmur  di Kelurahan Dadap, Kecamatan Kosambi, Tangerang, Banten. Lokasi yang merujuk alamat perusahaan pemilik sertifikat di area pagar laut tersebut hanya berupa tanah kosong sekitar 250 meter persegi yang ditumbuhi berbagai pohon di sekitarnya. “Saya baru mendengar nama PT Intan Agung Makmur," kata Atang Junaedi, pemilik warung makan di Jalan Inspeksi PIK 2, saat ditemui Tempo pada Selasa, 21 Januari 2025.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan SGHB yang dimiliki PT Intan ilegal. Sebab, area laut tidak bisa dimiliki dan dibuatkan sertifikat. Pembangunan pada ruang laut juga harus mendapatkan izin KKP. “Jadi itu sudah jelas ilegal juga,” kata Trenggono setelah bertemu Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin, 20 Januari 2025.

Kuasa hukum Agung Sedayu Group, Muannas Alaidid, melalui keterangan tertulis yang diterima di Tangerang, Jumat, 24 Januari 2025, menjelaskan bahwa dari kepemilikan SHGB atas nama anak perusahaannya itu tidak mencakup keseluruhan luasan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km).

“SHGB di atas sesuai proses dan prosedur. Kita beli dari rakyat SHM (sertifikat hak milik)," katanya seperti dikutip Antara. Dia mengatakan, dengan kepemilikan Sertifikat Hak Guna Bangunan di balik nama resmi itu, pihaknya telah membayar pajak dan tertera SK surat ijin Lokasi/PKKPR.

Andi Adam Faturahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus