Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Kejaksaan menilai pedoman yang dikeluarkan Kejaksaan Agung saat ini kurang tepat. Pedoman itu memuat aturan harus adanya izin dari Jaksa Agung jika institusi lain ingin memeriksa jaksa yang diduga sedang berperkara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya kira kurang tepat saat ini disaat sedang ramai dipersoalkan ulah oknum jaksa P sehingga seperti terkesan pedoman dibuat untuk melindungi oknum jaksa P tersebut, sense of crisis-nya kurang peka," ujar Ketua Komisi Kejaksaan, Barita Simanjuntak saat dihubungi pada Selasa, 11 Agustus 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jaksa P yang dimaksud merujuk kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari. Ia kini sudah dinonaktifikan lantaran sembilan kali pergi ke luar negeri di sepanjang 2019 tanpa seizin atasan. Di mana, dalam kepergiannya itu, ia diduga bertemu Djoko Tjandra.
Barita menilai, disaat Polri mempermudah dan mempercepat proses pemeriksaan dan pengawasan oknum yang melanggar, tetapi Kejaksaan Agung justru menunjukkan sikap yang sebaliknya.
"Kok Kejaksaan terkesan malah buat pedoman yang mempersulit dan memperlambat proses pemeriksaan?" ucap Barita.
Kejaksaan Agung mengeluarkan pedoman ihwal pemberian izin Jaksa Agung atas pemanggilan, pemeriksaan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang diduga melakukan tindak pidana.
Aturan itu tertuang dalam Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 tertanggal 6 Agustus 2020 dan ditandatangani oleh Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.
"Pedoman ini bertujuan untuk memberikan pelindungan kepada Jaksa untuk dapat menjalankan profesinya tanpa mendapatkan intimidasi, gangguan, godaaan, campur tangan yang tidak tepat atau pembeberan yang belum diuji kebenarannya baik terhadap pertanggungjawaban perdata, pidana, maupun pertanggungjawaban lainnya," demikian kutipan di dalam pedoman tersebut.
ANDITA RAHMA