Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tiga penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) menjadi saksi verbalisan atau saksi penyidik dalam sidang tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang membebaskan Gregorius Ronald Tannur. Tiga hakim itu adalah Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiga penyidik itu adalah Ito Aziz Wasitomo, Adi Candra Oktavia, dan Max Jefferson Mokola. Setelah dipastikan identitasnya oleh majelis hakim, ketiganya diambil sumpah sebagai saksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Bagaimana sistem pemeriksaannya?" tanya Ketua Majelis Hakim, Teguh Santoso, di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Selasa, 4 Maret 2025.
Jaksa penuntut umum lantas menjawab, "mohon izin diperiksa bersama-sama."
Namun, penasihat hukum terdakwa Heru Hanindyo keberatan. Mereka meminta ketiga saksi verbalisan itu diperiksa secara terpisah.
Akhirnya, majelis hakim memutuskan ketiga saksi penyidik diperiksa secara terpisah. Ketiganya akan dikonfrontir mengenai pernyataan pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, sebelumnya.
Penyidik Ito Aziz Wasitomo menjadi yang pertama diperiksa. Sedangkan Adi Candra Oktavia dan Max Jefferson Mokola diminta keluar ruangan.
Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul didakwa menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura (S$) atau sekitar Rp 3,67 miliar. JPU menduga hadiah atau janji itu untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepada tiga hakim tersebut. Ketiganya diduga telah mengetahui uang yang diberikan oleh Lisa Rahcmat adalah untuk menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) terhadap kliennya Ronald Tannur dari seluruh dakwaan penuntut umum.
Selain itu, jaksa penuntut umum menilai Erintuah Damanik juga menerima uang gratifikasi. Duit uang diterima itu sebesar Rp 97,5 juta, S$ 32 ribu, dan RM 35.992,25.
Mangapul juga didakwa menerima gratifikasi. Ia diduga menerima uang tunai sebesar Rp 21,4 juta, US$ 2.000, dan S$ 6.000.
Sedangkan Heru Hanindyo didakwa menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp 104.500.000 atau Rp 104,5 juta, US$ 18.400, S$ 19.100, ¥ 100.000, € 6.000, dan SR 21.715.