Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Saksi Sebut Unjuk Rasa Aktivis Papua di Istana Negara Ilegal

Saksi dalam persidangan enam aktivis Papua, AKBP Danu Wiyata, menyebut unjuk rasa massa di depan Istana Negara, Jakarta Pusat pada 28 Agustus 2019 ilegal.

10 Februari 2020 | 20.42 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Enam aktivis Papua yang menjadi terdakwa perbuatan makar sebelum menjalani sidang pembacaan eksepsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 6 Januari 2020. TEMPO/Lani Diana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Saksi dalam persidangan enam aktivis Papua, AKBP Danu Wiyata, menyebut unjuk rasa massa di depan Istana Negara, Jakarta Pusat pada 28 Agustus 2019 ilegal. Menurut Danu, kepolisian belum menerbitkan surat tanda terima pemberitahuan (STTP) aksi. Danu adalah mantan Kepala Satuan Intelijen Keamanan (Kasat Intelkam) Polres Jakarta Pusat yang turut memantau berjalannya aksi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Aksi tanpa surat tanda terima pemberitahuan secara yuridis ilegal, tidak sah," kata Danu saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 10 Februari 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Danu berujar, pihaknya telah menelepon koordinator aksi bernama Anes Tabuni. Namun, menurut dia, Anes tak mengangkat telepon. Polres Jakarta Pusat pun menghubungi salah satu petugas yang mengurus STTP di Polda Metro Jaya bernama Febri.

Danu meminta agar Polda Metro menginformasikan kepada Anes bahwa ada aturan agar massa mengantongi STTP. Lebih rincinya, aturan itu mengatur setelah ada surat pemberitahuan, harus ada audiensi antara polisi dengan penanggungjawab aksi. Baru setelahnya polisi bisa menerbitkan STTP. Akan tetapi, Anes tak hadir audiensi.

"Karena tidak mau hadir maka tidak ada surat tanda terima pemberitahuan," ucap Danu.

Karena itulah, unjuk rasa di depan Istana Negara ini adalah pelanggaran. Polisi, Danu menambahkan, tak menindak pelanggaran itu secara langsung agar tak ada bentrok massa dengan petugas.

"Dan kami berkali-kali mengingatkan kepada koordinator lapangan atau tokoh tolong jangan perpanjang pelanggaran. Nanti akan panjang urusannya," ujar dia. Menurut Danu, massa menjawab, "Kami tidak takut."

Enam aktivis Papua terseret perkara makar. Mereka adalah Paulus Suryanta Ginting, Charles Kossay, Ambrosius Mulait, Isay Wenda, Anes Tabuni dan Arina Elopere. Mereka ditangkap polisi karena mengibarkan bendera Bintang Kejora saat unjuk rasa menuntut referendum di depan Istana Merdeka pada 28 Agustus 2019.

Jaksa penuntut umum mendakwa aktivis Papua Suryanta Cs dengan dua pasal alternatif. Yaitu, Pasal 106 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP soal makar dan Pasal 110 ayat 1 KUHP ihwal permufakatan jahat.

Lani Diana

Lani Diana

Menjadi wartawan Tempo sejak 2017 dan meliput isu perkotaan hingga kriminalitas. Alumni Universitas Multimedia Nusantara (UMN) bidang jurnalistik. Mengikuti program Executive Leadership Program yang diselenggarakan Asian American Journalists Association (AAJA) Asia pada 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus