Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bogor - Satu di antara sejumlah kepala desa di Bogor yang sedang terjerat kasus korupsi Dana Desa (Dana Bantuan Infrastruktur Satu Miliar Satu Desa) telah mulai diadili. Sidang perdana berupa pembacaan dakwaan dilakukan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Rabu 17 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terdakwa yang dimaksud adalah Kepala Desa Keranggan non aktif, Adang. Kejaksaan Negeri Cibinong telah memindahkan penahanannya dari Pondok Rajeg, Bogor, ke Kebon Waru di Bandung untuk mempermudah proses peradilannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasubsi Penuntutan Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor, Arif Rianto, menjelaskan Adang didakwa merugikan keuangan negara atau APBD Kabupaten Bogor lebih kurang 1,2 miliar rupiah selama dua tahun anggaran 2021 dan 2022.
Terdakwa lainnya adalah Ade Juminta. Dia didakwa membantu Adang tidak hanya menyelewengkan dana bantuan infrastruktur Satu Miliar Satu Desa (Samisade) tersebut, tapi juga Bantuan Provinsi Jawa Barat dan Bagian Hasil Pajak dan Retribusi Daerah (BPHRD) 2021-2022.
"Jika Adang adalah pelaku utama selaku kades, peran Ade Jumanta dalam perkara tipikor ini adalah membantu seperti mark up, pengurangan spesifikasi teknis, dan membuat laporan atau surat pertanggungjawaban palsu," tutur Arif, Rabu 17 Januari 2024.
Terhadap keduanya, jaksa menerapkan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor nomor 31 Tahun 1999 dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun.
Adang adalah satu dari tiga kepala desa di Kabupaten Bogor yang kini terjerat UU tersebut karena korupsi Dana Desa sepanjang 2023 lalu. Dua lainnya adalah Kepala Desa Tonjong nonaktif bernama Nur Hakim dan teranyar Kepala Desa Cidokom di Rumpin bernama Tatang.
Nur Hakim disangka korupsi dana bantuan Samisade hingga merugikan negara Rp 501 juta, sedangkan Tatang embat 598 juta rupiah. Masih ada satu lagi, yakni Kepala Desa Hambalang juga sedang tersandung kasus korupsi. Bedanya, yang terakhir ini karena pemalsuan dokumen lahan dengan luas hektaran.