Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Tangerang - Pengadilan Negeri Tangerang menggelar persidangan lanjutan perkara pidana sengketa tanah dengan modus memasukan keterangan palsu ke dalam akta autentik dengan terdakwa Suryadi Wongso dan Yusuf Ngadiman Direktur Utama dan Komisaris PT Selembaran Jati, perusahaan yang bergerak di bidang properti dan pergudangan di Kosambi, Kabupaten Tangerang, Kamis, 12 Oktober 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Persidangan mendengarkan keterangan saksi ahli yang dihadirkan JPU mau pun dari pihak terdakwa," ujar Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang, Hasanudin, saat membuka sidang, kamis, 12 Oktober 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada persidangan pekan lalu Jaksa Penuntut Umum Marolok Halomoan dan Rina Mardiana menghadirkan ahli hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda. Ada pun pada persidangan kali ini, JPU menghadirkan ahli kenotariatan, notaris Latumenten.
Namun, Latumenten berhalangan hadir karena menjadi pembicara seminar di luar kota. "Jadi kami minta sidang ditunda 19 Oktober mendatang," kata Jaksa Rina. Hakim Hasanudin menyetujui persidangan dilanjutkan Kamis pekan depan.
Kubu terdakwa juga tak mau kalah. "Kami juga akan menghadirkan lebih dari dua saksi ahli," kata pengacara terdakwa Yudistira dan rekan usai sidang. Menurut kuasa hukum terdakwa, mereka akan menghadirkan ahli pidana dan ahli kenotariatan. "Kami akan hadirkan saksi ahli lebih dari dua orang," kata Yudistira.
Dua petinggi PT Salembaran Jati duduk di kursi pesakitan setelah sejawat mereka Adipurna Sukarti melapor ke Mabes Polri. Mereka didakwa melakukan tindak pidana keterangan palsu ke dalam Akta Autentik sehingga dijerat Pasal 266 Ayat (1) KUHP Juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.
Adipurna Sukarti adalah pengusaha onderdil kendaraan asal Pontianak, Kalimantan Barat, juga menjabat sebagai Komisaris dengan kepemilikan saham 30 persen dalam perusahaan itu.
Kasus sengketa tanah ini berawal ketika Adipurna bekerja sama dengan Yusuf Ngadiman dan ayah Suryadi Wongso, Salim Wongso, dengan menyertakan modal senilai Rp 8,15 miliar pada 1999. Modal tersebut digunakan untuk membeli lahan tanah seluas 45 hektar di Desa Salembaran Jati Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten.
Adipurna kemudian dijadikan pemegang saham pada PT Salembaran Jati Mulya dengan mendapatkan saham sebesar 30 persen. Sedangkan Ngadiman dan Salim menerima 35 persen per orang. Namun selama kerja sama berjalan, Adipurna tidak pernah menerima pembagian keuntungan. "Sebagai penyetor modal Rp 8,15 miliar saya sama sekali tidak pernah menerima keuntungan sepeser pun, dan tak diundang dalam RUPS," kata Adipurna
Padahal, kata Adipurna, dalam PT Selembaran Jati dia sebagai pemilik saham 30 persen dan menjabat sebagai komisaris. Sejak tahun 1999 hingga 2009, Adipurna tidak mendapatkan keuntungan apapun dalam perusahaan itu. "Dan tahun 2008 nggak tahunya aset perusahaan sudah dijual," ucap Adipurna.
Padahal, kata dia, dengan menyetor uang Rp 8,15 miliar pada 1999 ia dijanjikan akan mendapatkan tanah seluas 13,5 hektare dari 45 hektare yang dibeli PT Salembaran Jati. "Saham 30 persen saya dikonversi dengan tanah 13,5 hektare," ujar Adipurna.
Perhitungannya, kata dia, harga tanah di Kosambi saat itu dihargai Rp 60 ribu per meter. Hal itu, kata dia, tertuang dalam kesepakatan dan perjanjian diatas materai dihadapan notaris. Adipurna juga tidak mengetahui saat Salim Wongso meninggal mewariskan sahamnya kepada putranya, Suryadi Wongso, pada 2001.
Pada 2008, Adipurna menerima informasi bahwa Ngadiman dan Suryadi Wongso telah menjual aset PT Salembaran Jati Mulya. Adipurna melaporkan Ngadiman dan Suryadi ke Mabes Polri dengan tuduhan penggelapan dan penipuan.
Kepada Tempo, Suryadi Wongso dan Yusuf Ngadiman membantah tuduhan teman sejawatnya itu dalam kasus sengketa tanah. "Semua itu tidak benar," kata Suryadi. Menurut Suryadi, dalam perjalanannya usaha properti yang dijalani PT Selembaran Jati mengalami kemunduran dan kerugian. "Semuanya rugi, ayah saya pak Yusuf Ngadiman juga rugi," kata Suryadi.
Suryadi juga membantah telah menjual aset. Menurut dia, mereka menjual tanah yang bukan aset melainkan barang dagangan perusahaan itu. "Saya merasa tidak menjual aset. Kondisi pasar yang tidak bagus sehingga menimbulkan kerugian," ujar Suryadi.
JONIANSYAH HARDJONO