Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Nama Robert Bonosusatya kerap muncul dalam berbagai skandal.
Dari rekening gendut, korupsi Korlantas Polri, hingga korupsi timah yang saat ini ditangani Kejaksaan Agung.
Namun dia selalu lolos dari jerat hukum.
NAMA Robert Bonosusatya alias RBT alias RBS kembali mencuat dalam masalah hukum. Kali ini, pengusaha 61 tahun ini tersangkut kasus korupsi tata kelola niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022. Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung memeriksa Robert pada Senin kemarin, 1 April 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi menyatakan pihaknya memeriksa Robert untuk memperjelas hubungannya dengan PT Refined Bangka Tin (RBT), perusahaan yang menjadi mitra utama PT Timah Tbk dalam kasus ini. Kejagung sebelumnya menetapkan tiga petinggi PT RBT—Suparta, Reza Ardiansyah, dan Harvey Moeis—dalam kasus ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut catatan Tempo, nama Robert Prinantio Bonosusatya kerap muncul dalam sejumlah skandal. Namanya pertama kali muncul dalam kasus "rekening gendut" mantan Kepala Badan Intelijen Negara Jenderal (Purn) Budi Gunawan pada 2015. Saat itu, dokumen hasil pemeriksaan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Markas Besar Polri mencatat transaksi ganjil sebesar Rp 57 miliar di rekening Budi.
Dalam beberapa berkas tertanggal Mei hingga Juni 2010 itu, Robert disebut bertindak sebagai penjamin pinjaman yang disalurkan oleh Pacific Blue International Limited untuk Muhammad Herviano Widyatama, putra Budi, pada 6 Juli 2005. Herviano menerima kucuran kredit sebesar Rp 57 miliar.
Kepada tim polisi yang memeriksanya pada 26 Mei 2010, Robert mengklaim sebagai teman lama Budi. Namun dia tak menyebutkan bagaimana awal mulanya mereka berjumpa. Saat bertemu dengan Budi dan Herviano pada tanggal yang tak disebutkan, Robert ditemani Lo Stefanus, pemilik jaringan toko berlian Frank and Co serta PT Mitra Abadi Berkatindo, perusahaan tambang timah.
Dalam pertemuan itu, Robert mengaku mendiskusikan rencana kredit untuk kepentingan bisnis pertambangan timah dan perhotelan yang dipelopori Budi, Herviano, serta Stefanus. Dalam dokumen yang sama, Herviano mengatakan dirinya memang meminta Robert membantu mencarikan pinjaman dana lantaran memiliki keterbatasan modal dalam berbisnis.
Sekian lama menghilang, nama Robert Bonosusatya kembali muncul dalam kasus korupsi Korps Lalu Lintas Polri yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Saat itu, Robert mengakui bahwa PT Jasuindo miliknya memenangi tender pengadaan buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB), surat tanda nomor kendaraan (STNK), dan surat izin mengemudi (SIM). Kepada Tempo, dia mengaku tidak ingat waktu pastinya. “Tanya ke direktur saja,” kata Robert saat itu.
Bukti keterlibatan Robert dan PT Jasuindo dalam dugaan korupsi Korlantas Polri dikuatkan oleh fasilitas bank penjamin seperti yang tertuang dalam laporan keuangan milik PT Jasuindo per 31 Desember 2013. Laporan keuangan itu ditandatangani langsung oleh Robert sebagai komisaris utama. Fasilitas bank garansi itu sudah diaktakan oleh Isy Karimah Syakir, notaris di Surabaya, Jawa Timur.
Berdasarkan akta perjanjian nomor CRO.SBY/0595/NCL/2013 akta nomor 2 tertanggal 1 Oktober 2013, fasilitas bank garansi tersebut diberikan PT Bank Mandiri kepada PT Jasuindo dengan plafon Rp 102 miliar terhitung sejak 1 Oktober 2013 hingga 31 Maret 2014. “Tujuan penggunaan untuk jaminan uang muka, penyelenggaraan, pemeliharaan, dan jaminan lainnya untuk proyek BPKB dan STNK Korlantas Polri,” bunyi laporan keuangan itu.
Kasus dugaan korupsi ini kemudian menguap begitu saja. KPK hanya mengusut kasus pengadaan simulator SIM yang memenjarakan eks Kepala Korlantas Polri, Djoko Susilo.
Sosok Robert kembali menjadi perhatian publik setelah namanya ikut disebut dalam kasus kematian Brigadir Yosua Hutabarat, ajudan Inspektur Jenderal Ferdy Sambo. Ketua Indonesia Police Watch Sugeng Teguh Santoso menyebut Robert sebagai pemilik jet pribadi yang digunakan Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan untuk menemui keluarga Yosua di Jambi pada 11 Juli 2022. Saat itu, Hendra menyambangi Jambi untuk menjelaskan penyebab kematian Yosua, yang ditembak bosnya di rumah dinasnya di Jakarta.
Sugeng mengatakan penelusuran IPW menunjukkan Hendra menumpang jet pribadi dengan kode registrasi T7-JAB. Jet itu juga diketahui sering dipakai bos PT MMS Group Indonesia sekaligus mantan narapidana kasus korupsi, Andrew Hidayat, dan Yoga Susilo, Direktur Utama PT Pakarti Putra Sang Fajar, dalam penerbangan bisnis Jakarta-Bali. Nama Yoga sempat disebut dalam bagan konsorsium judi 303. “IPW mencium aroma amis keterlibatan RBT dan Yoga Susilo dalam perkara Sambo dan Konsorsium 303. Selain RBT, nama Direktur PT Pakarti Putra Sang Fajar Yoga Susilo muncul dalam struktur organisasi Kaisar Sambo dan Konsorsium 303,” ucap Sugeng dalam keterangan tertulis, Senin, 19 September 2022.
Robert membantah tudingan Sugeng tersebut, tapi dia mengaku mengenal dekat Brigjen Hendra Kurniawan. “Enggak bener itu, enggak bener. Mana ada saya jet,” kata Robert saat itu.
Dalam kasus dugaan korupsi di IUP PT Timah ini, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Suaiman mendorong Kejaksaan Agung segera menetapkan Robert sebagai tersangka. Boyamin mengirim somasi terbuka ke Kejagung pada 28 Maret 2024. “RBS diduga auctor intellectualis dan penikmat uang hasil korupsi, penyidik harus jerat tindak pidana pencucian uang,” kata Boyamin menjelaskan isi somasinya itu kepada Tempo, Senin, 1 April 2024.
Menurut Boyamin, Robert berperan menyuruh Harvey Moeis dan Helena Lim memanipulasi uang hasil korupsi dengan modus penyaluran dana sosial perusahaan (CSR) agar bisa dinikmati secara legal. Selain itu, Robert disebut sebagai pihak yang mendirikan dan mendanai perusahaan-perusahaan yang menjadi alat korupsi dalam perkara ini. “RBS adalah terduga penikmat utama keuntungan dan pemilik sesungguhnya dari perusahaan-perusahaan pelaku penambangan timah ilegal sehingga semestinya RBS dijerat dengan TPPU guna merampas seluruh hartanya guna mengembalikan kerugian negara dengan jumlah fantastis,” kata dia.
Helena Lim. Dok. Kejaksaan Agung RI
Ahli hukum tindak pidana pencucian uang (TPPU), Yenti Garnasih, menilai Kejagung harus mengusut tuntas perkara ini. Dia mencurigai adanya upaya melindungi pihak yang bermain di tambang timah. Kecurigaan itu muncul, menurut Yenti, karena rentang waktu korupsi ini cukup lama, 2015-2022. “Apakah lolosnya pengawasan bisa selama itu. Seperti ada pembiaran atau ada masalah lain, seperti adakah yang melindungi, yang jelas siapa yang bertanggung jawab," ujar Yenti.
Untuk itu, kata Yenti, penyidik harus memeriksa secara menyeluruh merekayang berada di lingkaran para tersangka korupsi ini. Dia pun meminta Boyamin menyerahkan bukti kepada penyidik Kejagung soal keterlibatan Robert agar membuat masalah ini menjadi lebih terang. “Tentu Boyamin juga harus dimintai keterangan atau apakah dia punya bukti," kata Yenti.
Tempo menghubungi pengacara Robert Bonosusatya, Harris Arthur Hedar, untuk mengklarifikasi tudingan-tudingan ini. Harris enggan berkomentar banyak. Dia hanya membantah pernyataan bahwa kliennya ikut cawe-cawe dalam PT RBT ataupun dalam kasus korupsi timah ini. Dia menyatakan Robert hanya berteman dengan Harvey Moeis dan Helena Lim yang terjerat kasus ini. “Jadi mereka ini satu komunitas saja (pemain tambang),” ujarnya melalui pesan pendek kepada Tempo.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo