Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
KPK mengeluarkan surat pemberitahuan penghentian penyidikan atau SP3 untuk Surya Darmadi, tersangka korupsi dugaan suap alih fungsi hutan.
SP3 kasus Surya Darmadi diterbitkan karena putusan peninjauan kembali Suheri Terta dikabulkan Mahkamah Agung.
Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Chudry Sitompol, menilai keputusan KPK menghentikan penyidikan kasus Surya Darmadi sebagai sikap pesimistis.
KOMISI Pemberantasan Korupsi menghentikan penyidikan kasus korupsi yang melibatkan Surya Darmadi, pengusaha minyak pemilik PT Duta Palma. KPK menghentikan penyidikan kasus itu didasari putusan peninjauan kembali (PK) Suheri Terta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suheri Terta dan Surya Darmadi alias Apeng dituntut dengan dua berkas perkara berbeda. Suheri sudah menjalani persidangan dan mendapat vonis majelis hakim pada 9 September 2020. Sedangkan Surya masih dalam tahap penyidikan di KPK sejak 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Chudry Sitompul, menyebut penghentian penyidikan Surya Darmadi oleh KPK sebagai sikap pesimistis. Alasannya, dalam pandangan hukum, tidak ada aturan mengenai konsekuensi logis dari berkas perkara berbeda yang bisa mempengaruhi perkara satu sama lain.
"Tidak ada ketentuan dan yurisprudensi yang mengatur konsekuensi logis. Artinya, kalau perkara satu diputus tidak bersalah, tak bisa otomatis membatalkan perkara lain," kata Chudry pada Ahad, 18 Agustus 2024.
Chudry mengatakan, meski putusan peninjauan kembali Suheri dikabulkan Mahkamah Agung, seharusnya KPK tidak langsung menghentikan penyidikan Surya, sekalipun keduanya terlibat kasus yang sama. "Aneh cara berpikir KPK ini, lemah otak,” ujarnya.
Chudry menyatakan tidak tertutup kemungkinan Surya diputus bersalah sekalipun, misalnya, Suheri tidak bersalah. Sebab, setiap hakim memiliki pandangan masing-masing dalam memutus perkara.
Ia pun melihat kejanggalan dalam surat KPK berisi pemberitahuan penghentian penyidikan (SP3) terhadap Surya. Sebab, pertimbangannya sebatas putusan PK Suheri. Bahkan Surya tidak menguji status tersangkanya melalui praperadilan. "Ini aneh. Dewan Pengawas KPK harus periksa," katanya.
Putusan peninjauan kembali Suheri membatalkan vonis 3 tahun penjara dan denda Rp 50 juta terhadap kaki tangan Surya tersebut. Dalam memori PK, Suheri mengajukan novum atau bukti baru berupa surat dokter yang menyatakan Annas Maamun selaku penerima suap memiliki penyakit pikun atau sindrom geriatri sehingga keterangannya dalam persidangan diragukan.
Annas Maamun memakai rompi tahanan setelah menjalani pemeriksaan selepas dijemput paksa tim penyidik di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 30 Maret 2022. TEMPO/Imam Sukamto
Juru bicara KPK Tessa Mahardhika mengkonfirmasi keputusan mengeluarkan SP3 dalam kasus dugaan suap alih fungsi hutan karena hasil putusan PK mantan Legal Manager PT Duta Palma Group, Suheri. "Ini konsekuensi logis putusan peninjauan kembali salah satu terdakwa, saudara ST, yang dikabulkan. Hakim memutuskan saudara ST bebas," ujarnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 13 Agustus 2024.
Tessa menjelaskan dengan putusan bebas terhadap Suheri, pimpinan KPK mengeluarkan keputusan menghentikan proses penyidikan Surya. Dalam SP3 bernomor B/360/DIK.00/23/06/2024, KPK melalui Direktur Penyidikan Asep Guntur Rahayu menyampaikan penyidikan dihentikan karena tidak cukup bukti.
"Dengan ini diberitahukan bahwa pada Jumat, 14 Juni 2024, telah dilakukan penghentian penyidikan dengan alasan tidak cukup bukti," demikian bunyi surat yang ditandatangani pada 20 Juni 2024 tersebut.
Dalam kasus ini, Surya Darmadi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau Pasal 56 KUHP.
Menurut Mudzakkir, pengajar hukum pidana Universitas Islam Indonesia, jika dalam pertimbangan hakim keterangan seorang saksi dianggap diragukan karena sedang sakit, kesaksiannya memang perlu dipertanyakan. "Kesaksian pikun itu enggak bisa diterima, tapi harus dilihat juga seberapa tingkat kepikunannya," ucapnya.
Meski dinyatakan pikun, Annas Maamun tetap menjalani hukuman dan dinyatakan bersalah oleh majelis hakim. Menurut Mudzakkir, putusan bersalah untuk Annas tidak bisa dikaitkan dengan putusan peninjauan kembali yang membebaskan Suheri.
"Mungkin saat melakukan perbuatan tidak pikun, tapi dalam kesaksiannya pikun, jadi kesaksiannya diragukan," tuturnya.
Dalam kasus dugaan suap ini, Chudry Sitompul mempertanyakan alasan majelis hakim membebaskan Suheri lantaran kepikunan Annas. "Apakah hakim tidak mempertimbangkan keterangan saksi lain yang dihadirkan dalam persidangan?" ucapnya. "Kan saksinya bukan cuma Annas. Pembuktian hukum pidana bukan hanya melalui saksi, apalagi cuma satu orang."
Selain Annas, sebenarnya masih ada saksi kunci lain, yaitu Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Gulat Medali Emas Manurung, yang juga sudah divonis bersalah dan divonis 3 tahun penjara. Sementara Annas divonis 6 tahun penjara.
Gulat Medali Emas Manurung membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 12 Februari 2015. Dok. TEMPO/STR/Eko Siswono Toyudho
Surya Darmadi menjadi tersangka pada 2019 atas dugaan suap pengajuan revisi alih fungsi lahan hutan di Riau kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2014. Selain itu, KPK menetapkan tersangka korporasi PT Palma Satu dan Legal Manager PT Duta Palma Group 2014 Suheri Terta.
Perkara tersebut merupakan pengembangan kasus yang menjerat mantan Gubernur Riau, Annas Maamun, yang terjaring operasi tangkap tangan pada 2014 bersama Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Gulat Medali Emas Manurung.
Surya diduga menyuap Annas melalui Gulat Manurung senilai Rp 3 miliar untuk pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan pada 2014. Pada 2019, KPK memasukkan Surya ke daftar pencarian orang karena kabur ke Singapura.
Privilese Surya bukan hanya SP3 dari KPK. Dalam kasus lain yang disidik Kejaksaan Agung, ia juga mendapat kemudahan membayar ganti rugi kepada negara.
Surya disidik Kejaksaan Agung pada 2022. Dilansir dari Koran Tempo edisi 16 Agustus 2022, Surya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyuap pemerintah untuk mendapat lahan seluas 37.095 hektare di Riau pada 2003-2022. Kejaksaan menjerat Surya dengan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi serta Pasal 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dalam perkara yang ditangani kejaksaan, Surya divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar serta membayar uang pengganti kepada negara senilai Rp 41,9 triliun. Tapi, setelah diajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung, uang pengganti kepada negara oleh Surya dipangkas menjadi hanya Rp 2,23 triliun dan vonis penjaranya menjadi 16 tahun.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo