Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

<i>Duh</i>, Mahathir

Pengadilan Malaysia menjatuhkan hukuman 9 tahun kepada Anwar Ibrahim atas tuduhan sodomi. Keputusan yang mengundang hujan protes dari berbagai penjuru dunia, yang meragukan kewajaran keputusan hukum ini.

13 Agustus 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELEMBAR kartu ulang tahun diterima Wan Azizah, Kamis pekan lalu. Sebuah lukisan kartun Anwar Ibrahim yang mengenakan topi baseball bertuliskan "Dare to be different" (berani tampil beda) terpampang di atasnya. Sedangkan di sisi sebaliknya, teman-teman bekas Wakil Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, telah menuliskan pesan dalam bahasa Inggris, yang artinya kira-kira, "Yang paling penting adalah terus mencoba (memukul bola) hingga berhasil (mencapai home run) dan membawa tim pada kemenangan."

Senyum lebar segera terpampang di bibir Wan Azizah ketika menerima kartu simpatik itu. Senyum yang sudah dua hari hilang dari wajahnya sejak vonis 9 tahun penjara dijatuhkan hakim kepada Anwar Ibrahim, Selasa pekan lalu. Ditambah lagi kepedihan akibat penolakan pemerintahan dr. Mahathir terhadap permintaannya untuk menengok suami tercinta di sel penjara saat merayakan hari jadinya ke-53. Rasanya sulit untuk memungkiri kesan kuat bahwa tindakan pemerintahan Mahathir Mohammad sudah "terlalu berlebihan".

Dengan segala hormat kita kepada kepala pemerintahan negara jiran itu, rasanya sebuah protes keras layak dilayangkan. Betul bahwa secara umum pengadilan di Indonesia lebih bobrok dari di Malaysia, tapi setidaknya kita menyadari hal itu dan sedang berupaya keras membenahinya. Sebaliknya, Mahathir—kerap dipanggil dengan julukan Dokter M—justru berteriak lantang tentang supremasi hukum untuk menutupi berbagai kejanggalan dalam sidang pengadilan Anwar Ibrahim. Sepertinya ia tak sadar bahwa perbuatannya itu telah menggeser citra Malaysia dari negara yang berdasarkan hukum (rule of law) menjadi pemerintahan yang menyalahgunakan hukum demi kekuasaan (rule by law).

Kekuasaan, kita tahu, adalah sebuah hal yang memabukkan. Dokter M, yang rajin membaca dan menimba ilmu, tentu paham betul dengan hal ini. Ia selayaknya mafhum bahwa ketidakbijakannya dalam mengelola kasus Anwar Ibrahim adalah tanda-tanda zaman tentang akhir masa kekuasaannya. Sebagai pihak yang sering berdecak kagum terhadap kepiawaian dr. M dalam membawa masyarakat Malaysia ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, sungguh terasa pahit untuk menyadari bahwa Mahathir sedang mencoreng citra emasnya sendiri.

Manusia memang tak ada yang sempurna. Namun, tak ada salahnya untuk berdoa—dan berharap-harap cemas—bahwa dr. M akan disadarkan Tuhan dari kekeliruannya. Barangkali inilah ucapan hari ulang tahun yang tepat bagi Anwar Ibrahim: "Yang penting adalah terus berdoa hingga Tuhan mengabulkannya."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus