Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BETAPA krusial seleksi calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi kali ini. Keliru memilih pemimpin baru niscaya membuat KPK semakin loyo-keadaan yang mulai terasa setelah sejumlah pemimpin lembaga ini sebelumnya mengalami kriminalisasi bertubi-tubi. Panitia seleksi harus mencari pemimpin baru komisi antikorupsi yang tidak hanya bersih dan berintegritas, tapi juga bernyali.
Dari 19 nama yang masuk tahap akhir penyaringan, tak banyak yang memenuhi syarat ideal itu. Padahal panitia seleksi mesti menyodorkan delapan nama kepada Presiden Joko Widodo. Nama-nama itu kemudian diusulkan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk menjalani uji kepatutan dan kelayakan. Mereka akan diuji bersama dua calon yang lolos lebih dulu ke Senayan, yakni Busyro Muqoddas dan Robby Arya Brata, untuk memperebutkan lima kursi pemimpin KPK.
Penyaringan yang dilakukan panitia seleksi cukup terbuka. Setidaknya tiga calon sempat dicecar panitia karena memiliki harta yang mencurigakan, yaitu Inspektur Jenderal Purnawirawan Yotje Mende, Mayor Jenderal Purnawirawan Hendardji Soepandji, dan Saut Situmorang (staf ahli Badan Intelijen Negara). Yotje, yang pernah menjadi Kepala Kepolisian Papua, disorot lantaran memiliki banyak transaksi dalam rekeningnya pada 2013.
Hendardji, yang memiliki kekayaan Rp 32,2 miliar, juga dihujani banyak pertanyaan seputar hartanya. Ia pernah menjadi Asisten Pengamanan Kepala Staf Angkatan Darat dan Direktur Utama Pusat Pengelolaan Kompleks Kemayoran. Adapun Saut Situmorang, yang sudah tiga kali ikut seleksi calon pemimpin KPK, ditanya ihwal mobil mewah dan perusahaannya, PT Indonesia Cipta Investama.
Keberanian anggota panitia seleksi mempertanyakan hal-hal yang mencurigakan itu patut dipuji. Tapi kinerja mereka baru bisa dianggap bagus bila mampu memilih calon yang benar-benar bermutu dan bersih. Beberapa figur yang selama ini bertugas di KPK mungkin bisa dipertimbangkan. Mantan Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean pun merekomendasikan mereka. Nama-nama yang sudah teruji itu antara lain Johan Budi S.P. (Wakil Ketua KPK), Giri Suprapdiono (Direktur Gratifikasi), Chesna Fizetty Anwar (bekas Direktur Pengawas Internal), dan Sujanarko (Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Sama Antarkomisi dan Instansi).
Panitia seleksi tak boleh menelan mentah-mentah masukan dari kepolisian mengenai calon yang dianggap bermasalah dan distabilo merah. Panitia harus meminta klarifikasi mengenai hal itu. Sebaliknya, kepolisian pun tak boleh bersikap "main ancam" dengan menyatakan akan meminta pertanggungjawaban panitia seleksi setelah rekomendasinya dianggap diabaikan. Masalah yang menjerat si calon mesti diperjelas. Jangan sampai ada calon yang digugurkan dengan kesalahan yang dicari-cari.
Tidaklah elok upaya mengganjal calon dengan tudingan yang kabur, entah itu saat penyaringan di panitia seleksi entah nanti di DPR. Cara seperti itu akan segera mengingatkan orang pada serangkaian upaya kriminalisasi pemimpin KPK sebelumnya. Kini justru saatnya memperkuat lagi komisi antikorupsi. Korupsi masih merajalela dan undang-undang memberi wewenang besar bagi lembaga ini untuk memerangi korupsi, bahkan termasuk mensupervisi lembaga penegak hukum lain.
Wewenang luar biasa itu hanya bisa dijalankan bila KPK dipimpin oleh figur yang bersih, berintegritas sekaligus bernyali, dan bukan calon yang lemah atau bermasalah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo