Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Hati-hati Sebelum Buyback Saham

Pemerintah harus berhati-hati mendorong BUMN membeli sahamnya kembali. Bisa menjadi bumerang.

31 Agustus 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMERINTAH perlu berhati-hati mendorong perusahaan milik negara membeli kembali sahamnya dari bursa. Usaha ini memang bisa menaikkan kembali harga saham sejumlah badan usaha milik negara, bahkan menggairahkan lantai bursa. Namun, jika hal itu tidak dilakukan dengan cermat, BUMN akan kehabisan modal, bahkan terlilit utang.

Pertimbangan buyback itu cukup rasional, yakni agar indeks harga saham gabungan tidak melorot drastis seperti belakangan ini. Pada Senin pekan lalu, saat rapat kabinet digelar, indeks ditutup di level 4.163. Padahal, Maret lalu, indeks berada di level 5.514. Pemerintah memang perlu mengambil tindakan untuk menghentikan kemerosotan itu, syukur-syukur bisa menaikkannya kembali.

Sesungguhnya yang terjadi adalah hukum ekonomi: jika barang tak banyak diminati, harganya akan turun. Karena itu, pembelian kembali saham BUMN diharapkan dapat menaikkan lagi harga saham. Rencana ini masuk akal karena saham perusahaan-perusahaan pelat merah termasuk unggulan di lantai saham (blue chips)-yang sangat mempengaruhi kegairahan bursa.

Pembelian kembali saham BUMN pernah menyelamatkan bursa efek Indonesia pada 2008, yang nilainya tergerus hampir 50 persen. Saat itu, misalnya, Semen Gresik menghabiskan Rp 200 miliar untuk membeli kembali sahamnya. Setahun kemudian, ketika sahamnya dijual lagi ke pasar, Semen Gresik untung 100 persen lebih. Karena itu, berembusnya kabar bahwa pemerintah ingin mengintervensi saja sudah mampu membuat geliat di lantai bursa. Jumat pekan lalu, bursa ditutup pada level 4.446.

Meski pembelian kembali saham pernah berhasil pada 2008, perlu juga mendengar alasan keberatan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dia menganggap pemerintah tak perlu melakukan intervensi. Menurut Kalla, meski nilai sahamnya tergerus, BUMN-BUMN itu tak merugi. Yang rugi hanyalah investor, yang sebagian besar-jumlahnya 90 persen menurut Kalla-adalah pemodal asing. Dengan alasan itu, Kalla menganggap tak perlu menggelontorkan Rp 10 triliun untuk para spekulan pasar modal.

Pemerintah memang harus hati-hati dalam memakai dana sebesar itu. Tapi pertimbangannya bukan karena ini menguntungkan investor asing atau lokal. Permasalahannya: apakah pembelian kembali saham BUMN itu bisa memberi keuntungan pada BUMN dan perusahaan lain di pasar modal. Ini murni pertimbangan bisnis, dan pemerintah harus menempatkan diri sebagai pemegang saham BUMN.

Setidaknya ada dua hal yang harus diperhatikan dalam opsi buyback ini. Pertama, apakah buyback sudah waktunya diterapkan. Pertimbangannya harus dilakukan kasus per kasus. Pemerintah tidak bisa memaksa semua BUMN yang sudah go public membeli kembali sahamnya tanpa mendengarkan pertimbangan dari perusahaan.

Pertimbangan kedua adalah kecukupan dana untuk membeli kembali saham. Jangan sampai pemerintah memaksa BUMN membeli sahamnya kembali jika tak ada dana yang cukup. Berutang atau memakai dana pensiun untuk membeli kembali saham BUMN, seperti yang diusulkan sejumlah kalangan, merupakan tindakan ceroboh yang bisa membebani perusahaan-perusahaan tersebut di masa depan.

Pemerintah memang harus mewaspadai kemerosotan pasar modal, tapi tak berarti harus panik. Perlu disadari, "keampuhan" buyback mengerek kembali harga saham hanya memiliki efek sesaat. Ibaratnya memberi obat penurun panas kepada orang yang terjangkit infeksi. Lebih baik modal besar itu dipakai untuk peningkatan kinerja BUMN-apalagi bila diingat efek buyback di bursa saham tak terlalu besar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus