Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Akibat Perang Suku Bunga

Jorjoran bunga pinjaman tinggi membahayakan perekonomian. Suku bunga kredit mesti segera turun.

13 Oktober 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH tepat kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membatasi suku bunga pinjaman. Beleid itu semestinya membuat suku bunga kredit ikut turun. Dengan begitu, diharapkan suku bunga perbankan kembali kondusif bagi dunia bisnis dan perekonomian nasional.

Tingkat bunga pinjaman sekarang hanya menguntungkan para "peternak uang" yang mendepositkan uang di bank. Akibatnya, tak ada insentif bagi pemilik uang untuk berinvestasi di sektor riil. Tarif bunga itu pun sudah berbahaya lantaran melebihi batas penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan, yakni 7,75 persen.

Jorjoran berebut dana pihak ketiga yang memicu melonjaknya bunga pinjaman harus segera dihentikan. Bank wajib mematuhi OJK, yang mematok bunga deposito untuk bank bermodal di atas Rp 30 triliun maksimal dua persen di atas suku bunga acuan Bank Indonesia—saat ini 7,5 persen. Sedangkan bank dengan modal kurang dari Rp 30 triliun masih boleh memasang suku bunga setinggi-tingginya 2,25 persen di atas acuan.

Menaikkan bunga pinjaman jelas merupakan cara paling ampuh menyedot dana masyarakat. Namun bunga pinjaman yang tinggi otomatis mengakibatkan bunga kredit juga meroket. Sebab, dalam menghitung bunga kredit, selain mempertimbangkan bunga pinjaman nasabah, bank menghitung faktor risiko kredit macet dan tak lupa juga margin atawa keuntungan.

Toh, margin yang diambil bank dirasakan masih terlalu tinggi. Menurut data Statistik Perbankan Indonesia, bunga kredit usaha mencapai 11-13 persen untuk korporasi dan 16-23 persen untuk kredit mikro. Tak mengherankan bila pengusaha kita sulit bersaing dengan negeri jiran Malaysia, Singapura, dan Thailand, yang bunga kreditnya hanya 3-7 persen.

Bunga tinggi di Indonesia juga menyebabkan masyarakat, terutama kelas ekonomi menengah ke bawah, mengurangi konsumsi. Indonesia Property Watch merilis data yang menyatakan, setiap kali terjadi kenaikan satu persen suku bunga kredit pemilikan rumah, angka penjualan rumah turun sampai lima persen.

Keadaan ini memukul pengusaha. Agar mampu mengembalikan kredit, setidaknya mereka harus menghasilkan laba sekitar 20 persen—dan lebih tinggi lagi untuk pengusaha kecil. Dengan kompetisi bisnis yang semakin ketat, ditambah risiko berbisnis yang tak kecil di negeri ini, sulit menghasilkan laba setinggi itu. Inilah yang membuat para pemilik uang enggan memutarkan uangnya di sektor riil.

OJK mesti konsisten mengawal aturan bunga pinjaman ini. Tak perlu segan memberikan sanksi berat kepada bank yang melanggarnya. Ini bukan pekerjaan sulit. OJK cuma perlu mengawasi sepuluh bank besar yang menguasai 62 persen total aset perbankan nasional. "Koloni" itulah yang menentukan naik-turunnya suku bunga di negeri ini. Komisi Pengawas Persaingan Usaha perlu ikut memantau kemungkinan kongkalikong bank-bank besar untuk mematok suku bunga.

Selanjutnya, OJK dan Bank Indonesia perlu mendorong efisiensi dalam perbankan Indonesia. Salah satu caranya adalah memperbaiki struktur permodalan bank. Merger dan akuisisi bank yang merupakan bagian dari Arsitektur Perbankan Indonesia mesti konsisten dijalankan.

Menjelang berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN, zona perdagangan bebas—untuk perbankan dimulai pada 2020—perbankan Indonesia harus meningkatkan daya saing. Di Malaysia, Singapura, dan Thailand, net interest margin perbankan hanya tiga persen, sedangkan di Indonesia masih enam persen. Kalau kita tak ingin kelak menjadi penonton di rumah sendiri, efisiensi tak bisa ditawar lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus