Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

Ampunan, Maaf, Grasi

25 November 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Putu Wijaya*

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tesaurus Bahasa Indonesia (Eko Endarmoko, 2006), "ampun" berarti maaf. Atau sebagai ekspresi ampun juga bisa berarti "bukan main".

Ampunan adalah maaf yang diberikan kepada sebuah tindakan yang tercela, tapi, karena berbagai pertimbangan, sudah dimaafkan. Jadi ampunan merupakan hasil dari pertimbangan yang menyebabkan sikap mengalami perubahan. Ampunan terasa sebagai semacam hadiah dari yang sudah dipicu oleh berbagai pertimbangan yang cenderung membuat pelaku dari yang tercela bisa dimaafkan.

Dalam pergaulan sehari hari, ampunan adalah pembatalan atau pencabutan sikap terhadap yang tercela sehingga yang bersangkutan seperti merasa semua perbuatan atau tingkah laku yang tercela seperti tidak pernah terjadi. Ampunan bisa terjadi karena faktor obyektif yang sanggup membelokkan sikap atau faktor subyektif yang semata-mata murni faktor kemanusiaan.

Dalam kehidupan hukum dan negara, ada yang disebut grasi. Ampunan yang diberikan oleh presiden terhadap terpidana. Ampunan ini bukan pembatalan hukuman, bukan perubahan hukuman, hanya keringanan atau pemotongan hukuman. Tindak pidana yang telah dilakukan oleh terpidana secara formal tetap terhukum, sebagaimana yang ditetapkan oleh lembaga peradilan. Hanya, karena berbagai pertimbangan, presiden, berdasarkan masukan dari berbagai kalangan atau aparat yang terkait, meringankan hukuman.

Grasi adalah hak prerogatif presiden yang tidak bisa diganggu gugat. Tapi, seandainya ada kesalahan pada masukan yang diterima oleh presiden mengenai terpidana, tentu saja presiden berhak mengoreksi keputusannya.Mungkinkah ampunan dicabut atau bisakah terpidana yang sudah diberi grasi pengampunannya dibatalkan. Lebih lanjut, apakah pembatalan atau pencabutan ampunan dapat mengurangi kewibawaan hukum yang hendak ditegakkan. Tidakkah ampunan hukuman akan menjadi pertanda kecerobohan, berkurangnya kewibawaan presiden.

Bila ampunan dicabut, tidak berarti bahwa hukuman terhadap terpidana diubah. Terpidana tetap secara formal berstatus sebagaimana peradilan sudah memutuskan pidananya. Kepentingan rakyat banyak yang memerlukan perlindungan hukum jauh lebih penting daripada hak asasi oknum terpidana. Tapi rasa keadilan dan kepatutan tidak semata-mata hitung-hitungan angka. Faktor subyektif pada akhirnya memegang peran sangat penting. Kata orang, tak ada sesuatu yang tanpa risiko. Bila presiden mengukuhkan atau mencabut grasi, yang kemudian akan menarik untuk dibahas adalah alasan-alasannya.

Perbedaan tanggapan terhadap apakah ampunan harus diberikan, tidak diberikan, atau dicabut menimbulkan ketegangan. Masyarakat yang mengalami berbagai kejadian dalam kehidupannya cenderung menolak apabila ampunan diberikan terhadap sesuatu yang masih bisa berulang di kemudian hari. Kepentingan individu (oknum terpidana), dalam menumbuhkan toleransi pada hak asasi pada sesama, tidak akan lebih kuat daripada kemungkinan ancaman dari perbuatan ulang yang bersangkutan, sehingga ampunan hanya menjadi tanda sikap yang lunak terhadap perbuatan tercela.

Kini tinggal memilih, apakah yang harus dimenangkan adalah kepentingan seorang yang bersalah, yang membutuhkan ampunan, atau keselamatan masyarakat seluruhnya, agar terhindar dari perbuatan tercela yang sama.Ampunan memang mengandung unsur subyektif. Tapi subyektivitas dari seorang pengampun jelas terkait dengan kedudukan, posisi, dan tanggung jawabnya. Seorang yang memberikan ampunan tidak semata-mata akan tergerak oleh subyektivitasnya, tapi mau tak mau obyektivitas yang datang dari masukan yang obyektif terhadap kasus tersebut.

Ampunan dengan demikian tidak semata-mata bersikap pribadi dia terkait erat dengan kepentingan orang lain terutama masyarakat. Karena itu, dalam kehidupan bermasyarakat, ampunan tidak pernah merupakan produk dari kehidupan yang semata-mata pribadi. Ampunan akan merefleksikan seluruh kepentingan, apa yang melatarbelakangi yang memberikan ampunan.

Walhasil, ampunan adalah hasil dari perembukan antara pemberi ampunan dan semua orang yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian, kalau ada kesalahan pemberian ampunan, sebaiknya kepentingan orang banyak didahulukan. Ampunan adalah maaf dengan tulus ikhlas, sedangkan grasi adalah maaf karena belas/kasih.

*) Sastrawan dan dramawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus