Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika dugaan ini benar, kiamatlah jagat kepolisian kita. Saat masih jadi Kepala Kepolisian RI, seorang jenderal diduga menikmati suap ketika menangani kasus korupsi yang merugikan negara sekitar Rp 1,2 triliun. Duit yang dibobol dari BNI Kebayoran Baru, Jakarta, ini setara dengan dana yang diperlukan buat, misalnya, membagikan minyak tanah gratis kepada 48 juta warga miskin, masing-masing 10 liter per orang.
Bau busuk menyengat dari hasil pemeriksaan Komisaris Besar Irman Santoso, pertengahan Oktober lalu. Bekas pejabat Kepala Unit Perbankan dan Keuangan Mabes Polri ini diduga menerima sogokan Rp 25 juta dari seorang pejabat BNI. Diperiksa sebagai tersangka, dia mengakui menerima dana itu dalam bentuk travel cheque menjelang Lebaran, akhir 2003.
Hanya, Irman juga melempar bom. Tidak menerima sendirian, ia mengungkapkan, ”bingkisan lebaran” serupa dinikmati semua penyidik dalam kasus tersebut. Dibeberkan pula, Komisaris Jenderal Erwin Mappaseng yang ketika itu Kepala Badan Reserse dan Kriminal juga menerima duit sebesar Rp 2 miliar dari petinggi BNI. Separuhnya, Rp 1 miliar, lalu disetor kepada Jenderal Da’i Bachtiar, Kapolri kala itu. Tujuannya, diduga, agar kasus tersebut tidak menjadi bola liar dan menyeret petinggi BNI pusat.
Jenderal Da’i dan Erwin telah membantah tudingan ini. Namun, orang bisa menilai, kesaksian Irman sangat masuk akal karena penanganan kasus BNI penuh dengan kejanggalan. Tidak satu pun petinggi BNI pusat menjadi tersangka. Padahal, pengucuran duit triliunan rupiah kepada Maria Pauline Lumowa, tersangka utama yang masih buron hingga kini, dan kawan-kawannya mustahil tanpa persetujuan orang pusat BNI.
Sejak awal ada kesan bahwa polisi menjadikan kasus BNI sebagai ladang buat mengeruk uang haram. Adrian Waworuntu, salah seorang tersangka, pernah ”dibiarkan” kabur ke luar negeri, dan baru ditangkap setelah publik menyorotnya. Dalam pemeriksaan, Adrian yang mestinya ditahan di sel juga sempat diperlakukan istimewa, dibiarkan tidur di sofa di depan ruang Irman Santoso. Inilah yang membuat Irman diperiksa karena diduga menerima suap dari Adrian, yang kemudian justru menyembulkan kasus suap yang lain.
Tiada pilihan lain bagi Jenderal Sutanto, Kapolri yang sekarang, kecuali mengusut setuntas-tuntasnya berbagai kasus suap di balik penanganan kasus BNI. Inilah saatnya mengamputasi tangan-tangan kepolisian yang penuh borok jika tidak ingin seluruh tubuh lembaga tergerogoti dan kemudian hancur. Sang Kapolri tidak perlu rikuh memeriksa Jenderal Da’i Bachtiar, bekas bosnya, yang diduga menerima setoran, karena hanya cara ini yang bisa memulihkan citra korps kepolisian.
Jika ada gelagat kasus ini tidak ditangani secara serius oleh kepolisian sendiri, sebaiknya Komisi Pemberantasan Korupsi segera turun tangan. Dengan kewenangannya yang besar, niscaya lembaga ini mampu menelusuri bukti-bukti buat menjerat para perwira tinggi di kepolisian beserta anak buahnya yang mendapat bagian suap. Lewat bantuan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan, harta haram mereka bisa pula dilacak.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun perlu menunjukkan sikap yang tegas. Rakyat yang saat ini menanggung sengsara akibat uang negara habis dipakai bancakan oleh para koruptor dan polisi yang korup akan sedikit terhibur kalau kasus ini ditangani serius.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo