Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Angket Polkam Menangguk Curiga

Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan bikin jajak pendapat dari pelbagai daerah tentang pemilu dan calon presiden. Masih banyak urusan lain yang lebih penting.

1 Februari 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HASIL jajak pendapat itu masih dirahasiakan. Wujud kuisionernya pun susah diintip—selain isinya yang konon tak tebal, cuma dua lembar. Tapi yang sudah telanjur jadi rahasia umum, para pejabat di Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan kini tengah diburu tenggat untuk mengolah data perihal sikap responden terhadap dua perkara pokok: persiapan pemilu (termasuk proses penetapan calon anggota legislatif dan daerah pemilihan) serta calon presiden pilihan responden.

Kuisioner bikinan kantor yang dipimpin Menteri Susilo Bambang Yudhoyono itu tampaknya sudah dipersiapkan matang. Seorang pejabat di sana mengaku sudah menurunkan tim survei ke 24 provinsi dan 24 daerah kabupaten/kota madya sejak Oktober tahun lalu. Tim itu rupanya ingin merekam atmosfer demokrasi. Ditanyakan ihwal penetapan daerah pemilihan, jatah kursi di badan legislatif, proses pendaftaran legislatif, penetapan peserta pemilu, dan pengajuan calon anggota DPR, DPRD I dan II, dan DPD.

Selain kepada masyarakat dan KPU daerah, sejumlah pertanyaan juga diberikan kepada kepala daerah dan penanggung jawab keamanan setempat. Maka, figur penting daerah, mulai dari gubernur, bupati, wali kota, kapolda dan kapolres juga jadi "responden". Mereka harus mengisi angket yang dimaksudkan seorang pejabat Kementerian sebagai "program pengelolaan situasi dan kondisi politik dan keamanan menjelang Pemilu 2004" itu.

Inilah masalahnya. Majalah ini berpendapat, jajak pendapat yang digelar Kementerian Politik dan Keamanan itu salah sasaran, tak elok, dan tendensius. Sebab, KPU daerah tidak bertanggung jawab dan tidak wajib melaporkan pekerjaannya ke Menteri Koordinator Politik dan Keamanan. Pula, jika deteksi keamanan yang menjadi dalih, polisi lebih berhak menangani, dan tanggung jawabnya langsung ke presiden. Tegasnya, kantor Yudhoyono tak punya hierarki langsung dengan sejumlah instansi tersebut.

Dibilang tak elok dan tendensius bukannya tanpa sebab. Apalagi angketnya resmi dan berstempel dinas yang dikuatkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Polkam. Tentu saja tindakan ini gampang dituding memasukkan kepentingan pribadi dalam urusan dinas. Kita semua tahu, bukankah Yudhoyono tengah menyiapkan diri untuk jadi calon presiden—setidaknya dari Partai Demokrat? Bukankah ia mungkin siap mundur sebagai menteri di kabinet Megawati seusai pemilu legislatif nanti?

Tudingan bisa menjalar pada soal-soal yang lebih prinsipiil. Manuver SBY—begitu ia disapa—yang kian rajin turun itu, selain berkunjung ke pesantren, dinilai memanfaatkan momentum kunjungan dinas dengan sekaligus mengisi acara di Partai Demokrat, yang notabene untuk kepentingan pribadi. Ini terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam, Januari lalu. Belum lagi kekesalan dedengkot PDI Perjuangan melihat cara Yudhoyono begitu gampangnya sedikit-sedikit main panggil "penguasa daerah".

Menteri Yudhoyono memang bertugas memantau perkembangan politik dan keamanan di dalam negeri. Namun prosedur dan teknis pelaksanaannya mesti diatur dengan baik. Jika hendak bertatap muka dengan petinggi polisi daerah, ada baiknya menyertakan Kepala Polri; dengan militer ajak saja Panglima TNI; ketemu bupati dan gubernur, tak ada salahnya menyertakan Menteri Dalam Negeri. Merekalah atasan langsung para pejabat daerah itu.

Jadi, alangkah eloknya jika kantor ini memprioritaskan urusan lain yang lebih pokok. Sayang jika peranannya lalu dikerdilkan dengan menyiapkan program-program sisipan, acara sampingan, agenda terselubung, dan tetek-bengek polling yang bukan saja memeras segala daya dan dana, tapi juga menangguk kecurigaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus