Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Putu Wijaya
ADAKAH perbedaan antara Sumpah Pemuda dan Soempah Pemoeda? Sumpah adalah ucapan, ikrar yang berisi janji, tekad, atau batasan-batasan yang apabila dilanggar, ada sanksi spiritual yang fatal. Biasanya berakhir dengan kematian yang kejam. Tak bisa dielakkan, tak bisa disiasati, tak bisa disuap.
Dalam dongeng, manusia yang melanggar sumpah bisa seketika jadi batu. Dimungkinkan terkutuk tujuh turunan. Para pelanggar sumpah bisa lahir kembali sebagai binatang. Kadang menzalimi dirinya dengan sadis, karena dorongan rasa bersalah. Ancaman yang disiapkan bagi pelanggar sumpah menyebabkan sumpah menjadi mengerikan. Bila hukum dan norma sosial tidak mampu menetapkan keadilan terhadap suatu perkara, ditempuh jalan sumpah. Di Bali dikenal persidangan adat dengan ”sumpah cor”, dengan cara menenggak air. Dapat dipastikan yang bersalah akan menemui kematiannya sesudah persidangan itu.
Dalam wayang, Resi Bisma bersumpah tidak akan kawin. Dia memegang teguh sumpahnya. Tapi kemudian Srikandi, titisan Amba, membunuh Bisma dalam Bharatayudha. Jadi bukan yang melanggar saja, yang memegang sumpah pun bisa kecipratan maut.
Dalam sejarah Indonesia, ada sumpah Palapa. Gajah Mada bersumpah tidak akan memakan buah palapa sebelum bisa mempersatukan Nusantara. Dan dia berhasil.
Sumpah adalah ”perangkat lunak” yang angker. Karena tidak berani menjamin akan mampu tidak melanggar sumpah, orang takut bersumpah. Kalau tidak sangat terdesak, sumpah lebih baik dihindari. Jadi, kalau sampai ditempuh jalan sumpah, artinya memang gawat.
Sumpah di dalam Soempah Pemoeda dekat dengan situasi kritis tak berdaya. Tak ada jalan lain untuk bebas dari penjajah yang sudah bercokol ratusan tahun, kecuali bersumpah satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa: Indonesia. ”Ketidakberdayaan” ternyata sekaligus kedigdayaan yang mandraguna. Hasilnya konkret: Indonesia merdeka.
Apakah ”ketidakberdayaan” sumpah di dalam Soempah Pemoeda sama dengan sumpah di dalam Sumpah Pemuda? Apakah sumpah di dalam Soempah Pemoeda sama saktinya seperti sumpah dalam Sumpah Pemuda?
Sumpah di dalam Soempah Pemoeda adalah sebuah peristiwa dahsyat, sakral, dan transendental. Sumpah dalam Soempah Pemoeda merupakan tekad sekaligus ancaman agar tidak ada manusia Indonesia yang berani melanggar persatuan yang diperlukan untuk merenggut kemerdekaan. Segala perbedaan, baik agama, adat-istiadat, panutan ideologi, dan sebagainya, bergotong-royong demi cita-cita merdeka.
Adapun sumpah di dalam Sumpah Pemuda lebih kepada sebuah kegiatan seremonial untuk mengatasi segala kegalauan. Sebab, setelah merdeka, perbedaan mulai menimbulkan gangguan. Sumpah Pemuda menjadi peringatan tentang Indonesia yang satu, kendati jurang perbedaan vertikal ataupun horizontal semakin melebar dalam banyak hal.
Setelah 80 tahun, nilai sakral sumpah berubah menjadi terapi psikologis untuk menghalangi erosi kebangsaan. Seremoni jadi penting karena dapat mendamaikan perbedaan sesuai dengan slogan: Bhinneka Tunggal Ika.
Sumpah di dalam Sumpah Pemuda tidak lagi mengancamkan hukuman ganas. Yang melakukannya berada dalam keadaan yang sangat bebas, tidak tertekan, rela, dan suka. Sama sekali tanpa sanksi. Di sana kekurangan/kelemahannya tetapi di situ pula kekuatan/kelebihannya.
Para pelaku Soempah Pemoeda mengucapkan sumpah seperti sumpah-sumpah di dalam dongeng, karena impian merdeka lebih penting dari segala-galanya. Di era kemerdekaan, kemerdekaan bukan lagi yang terpenting. Yang lebih penting justru ”menjaga ketidakmerdekaan”, membatasi kemerdekaan, agar tidak menodai kemerdekaan sesama warga yang juga merdeka.
Di masa Soempah Pemoeda, pemuda adalah mereka yang berjuang untuk mewujudkan cita-cita Indonesia merdeka. Umumnya kaum muda usia. Sebab, hanya yang mudalah yang punya cita-cita lepas dari cengkeraman penjajahan, mengubah keadaan, menentukan nasibnya sendiri. Mereka bertindak bukan untuk kepentingan pribadi, bukan untuk ideologi, agama, partai, kelompok etnik, kelas masyarakat tertentu, tetapi untuk cita-cita Indonesia.
Pemuda dalam Sumpah Pemuda berarti mereka yang memiliki semangat muda. Usia boleh gaek tetapi kalau menjadi anggota sebuah organisasi pemuda, dia tetap dianggap pemuda walaupun sudah ompong dan ubanan. Pemuda adalah mereka yang masih mencoba terus memikirkan kehidupan bernegara (baca: politik) di samping kepentingan pribadi dan kelompok atau golongannya. Pemuda berarti semua mereka yang aktif, tak peduli berjuang semata-mata untuk kepentingan tertentu, bahkan tak peduli kalau sama sekali tidak berpihak pada kepentingan bersama (baca: Indonesia).
Maka Soempah Pemoeda menjadi sangat berbeda nuansanya dengan Sumpah Pemuda karena konteksnya lain. Kini kita hidup di era Sumpah Pemuda, tetapi tak sedikit orang rindu ingin kembali ke masa Soempah Pemoeda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo