Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Apabila Mega Jadi Presiden

Menjadi simbol saja tidak cukup, perlu kepemimpinan aktif.

3 Oktober 1998 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANYAK orang akan mengatakan, terlalu pagi untuk memikirkan sampai ke sana sekarang ini. Dukungan pada Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Megawati, atau sekarang lebih dikenal dan hampir resmi menamakan dirinya PDI Perjuangan, memang mengalir terus menjelang kongresnya di Bali pekan ini. Tapi boleh dibilang banyak di antara dukungan yang berdatangan itu masih bersifat reaktif: bersimpati karena Mega dan PDI-nya diperlakukan tidak adil oleh penguasa, dan bergabung karena kurang merasa tenteram hatinya melihat partai agama bermunculan kembali. Faktor sentimental pengikut Bung Karno dan para pencinta barunya di kalangan muda juga berperan, selain penampilan keibuan Mbak Mega yang punya daya pikat sendiri. Kelihatannya, kekuatan daya tarik PDI Perjuangan terletak pada Mega sebagai simbol korban otoriterisme rezim Orde Baru, lebih daripada dukungan positif terhadap program partai atau kepercayaan pada mutu organisasi dan kepemimpinannya--termasuk bukan pada kemampuan memimpin Mega sendiri, yang rupanya tak terlalu dihiraukan lagi cukup tidaknya sementara ini. Tapi, apa pun hasil analisisnya, faktanya tetaplah dukungan bagi PDI Perjuangan yang meningkat itu punya arti politik yang besar. Kekuatan partai ini dibuktikan dengan desakannya untuk diizinkan berkongres di Bali, yang tak dapat lagi dielakkan oleh ABRI. Yang lebih penting dari semuanya adalah kekuatan Mega yang timbul karena yang tidak suka Habibie jadi presiden banyak yang berpaling kepadanya. Tapi jalan untuk mendiami kembali Istana Merdeka bukan tidak berkelok dan bebas hambatan bagi Mega. Banyak asumsi yang harus tepat, serta persyaratan yang harus dipenuhi. Mula-mula, harus diandaikan PDI Perjuangan akan bisa terjun dalam gelanggang pemilihan umum yang lumayan jujur dan adil. Ini bergantung pada undang-undang pemilu yang akan dibuat. Lalu, kalau ABRI tetap mempertahankan kedudukannya di DPR dan MPR, jangan sampai ABRI menjegal Mega lagi. Ini tergantung apakah semacam kesepakatan hidup berdampingan yang saling memuaskan dapat dicapai antara keduanya. Juga tak bisa dihindarkan kebutuhan untuk menggalang koalisi dengan partai lain yang cukup besar. Tanpa menggabungkan kekuatan, dengan sistem multipartai, di masa dekat ini belum mungkin Mega dan PDI Perjuangan akan meraih posisi mayoritas tunggal. Rencana untuk berkoalisi dengan Partai Kebangkitan Bangsa, yang berisikan jemaah NU pimpinan Gus Dur, memang perlu diwujudkan, tapi itu belum cukup karena perlu suara yang banyak untuk menghadapi pihak oposisi nanti. Soalnya: cukup rendah hatikah Mega untuk menghampiri dan mengajak partai lain ikut bersama dalam koalisinya? Mega tidak bisa hanya berhenti sebagai pemimpin simbolik, tapi dituntut untuk memimpin secara langsung. Barangkali untuk itu banyak keterbatasan pribadi ataupun organisasi yang harus segera diatasi. Mbak "Adis" Megawati Soekarnoputri mungkin tak akan tersesat di lorong dan kamar istana. Sebab, di situ dia dibesarkan. Tapi lekuk liku politik pemerintahan belum tentu dihayatinya benar. Terasa agak dini, kalau begitu, berbicara tentang kemungkinan jadi presiden, tapi perlu agar tidak ada yang kesasar akibat mendukung cuma dengan perasaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus