WALAUPUN kalah indah dibandingkan dengan ikan hias air laut,
ikan hias air tawar dalam akuarium sudah cukup memuaskan bagi
keluarga kami. Di dalam akuarium yang dibeli dari tepi Kali Code
ini kami menyaksikan ikan-ikan warna-warni, bentuk beragam-ragam,
tingkah laku berlainan pula. Angel fish yang begitu tenang berbeda
sekali tabiatnya dengan clown fish yang selalu ada urusan, bergerak
naik turun pada dinding kaca. Ikan clurut sering menyelipkan diri
pada tumbuhan air tapi biasanya beroperasi di dasar akuarium.
Kadang-kadang menyusup antara karang dan pasir, hanya ekor yang
tampak, mengingatkan kita pada perilaku burung puyuh waktu
ketakutan. Ikan Sumatera yang aktif dan suka bergerak mengelompok,
senantiasa menghidupkan suasana. Mereka seperti anak-anak yang
kocak dan tak berdosa.
Di luar dugaan saya, akuarium bisa juga menyajikan suasana yang sama
sekali tidak enak. Pada suatu hari seekor ikan biru, entah apa
namanya, menjadi cacad. Sudah habis sebahagian sirip ikan yang malang
ini. Lalu kami temukan agresornya, seekor ikan Sumatera yang kocak
itu. Dia sudah melakukan perbuatan yang tidak kocak. Dengan iseng dia
menyambar-nyambar, dan sambarannya berakibat fatal terhadap si ikan
biru. Angel fish hitam adalah ikan lain yang kemudian menemui ajalnya
karena siripnya cacad akibat agresi sesama ikan.
Peristiwa ini mengingatkan saya pada perilaku agresi bagi
makhluk hidup, yang di satu pihak memang berfungsi untuk
kelanjutan speciesnya. Teringat teori Darwin peri hal proses
seleksi alam: si lemah tersingkir oleh si kuat. Teringat pula
berbagai alinea Konrad Lorenz dalam bukunya King Solomon's Ring.
Di dalam buku yang memikat ini ada gambar (skets) perkutut
mencabuti bulu perkutut sebagai ekspresi dari agresinya.
Peristiwa ini terjadi dalam kandang burung Lorenz sendiri.
Kejadian ini betul-betul di luar dugaannya. Bayangan kita bahwa
serigala atau anjing lebih galak dari perkutut atau balam, tidak
bisa dibenarkan oleh Lorenz, pemenang Hadiah Nobel itu.
Ada satu mekanisme yang keterangannya begini. Lambang ketundukan
submissive (symbol/gesture) yang ditunjukkan oleh pihak yang
kalah dengan otomatis menghentikan agresi dari penyerang pada
berbagai species. Demikianlah, kalau seekor anjing yang galak
menghantam anjing lain, maka serangan itu serta merta berhenti
ketika pihak yang kalah menunjukkan lambang kekalahan: ekor
membengkok di antara kaki belakang yang merunduk, ditambah
beberapa sikap lagi yang khas. Dia menyerah kalah. Dia tidak
disakiti lagi dan ffdak dibunuh. Pihak penyerang tidak berniat
melanjutkan untuk menggunakan cakar dan taringnya lagi.
Di sini manusia dikalahkan anjing, yang secara manis diuraikan
Lorenz dalam buku tersebut dan juga dalam bukunya yang lain, On
Aggression. Manusia sering tidak mampu menghentikan agresinya
walau manusia yang diserang itu apakah ia pencuri ayam atau musuh
dalam perang -- sudah menyatakan tunduk dan minta ampun. Walaupun
dia sudah menunjukkan lambang ketundukan: merunduk atau angkat
tangan. Rupanya manusia yang berbudaya menjadi makhluk lain
ketika perilaku agresinya tidak terkendalikan. Di sana-sini
pencuri ayam yang minta ampun masih dipukuli sampai babak belur.
Yang tunduk dan minta ampun bisa pula terus kena pancung.
Sebaliknya manusia semakin mampu menciptakan senjata yang
bertambah mutakhir. Jurang semakin lebar antara kemampuannya
mengekang diri dan kesanggupannya menciptakan senjata-senjata
ampuh. Apakah jalan menuju kepunahan semakin melebar? Semoga
tidak demikian, berkat usaha manusia membina tali-temali
persahabatan dan cinta kasih yang meliputi seluruh ummat.
Ikan, anjing dan manusia mempunyai beberapa persamaan hakiki, di
antaranya nafsu agresi. Untuk lebih menjamin hak hidup sesama
ikan dalam akuarium saya, maka disingkirkan agresor tertentu,
walau rupanya cantik dan tingkah lakunya kocak. Anjing tidak
perlu kita risaukan karena punya kemampuan yang baik mengekang
diri, sekali musuhnya menunjukkan lambang ketundukan.
Tetapi manusia? Kiranya baik juga direnungkan soal ini
sekali-sekali di waktu senggang. Mungkin ada sesuatu yang dapat
dilakukan manusia untuk lebih mampu mengendalikan diri dalam
berbagai bentuk. Syukurlah kalau di dalam salah satu manifestasi
agresi, manusia lebih meningkatkan kemampuannya mengekang diri
-- untuk tidak memeras lagi mereka yang tidak bisa berkutik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini