Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Pemilu: Bab

Gagasan sistim distrik menghapuskan anggota DPR yang diangkat. Dasar penunjukkan tidak ada. Perbandingan 3 abri 1 dipil tidak punya dasar. Sikap toleransi terhadap keganjilan harus dihapus.

16 Juli 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APAPUN itu yang mau kita namakan, satu pekerjaan telah usai pada tanggal 2 Mei 1977, yang telah menelan sekian banyak uang rakyat. Maka kini sudah tiba saatnya Pemilu di masa yang akan datang dijalankan secara lebih sempurna. Gagasan 'sistim distrik,' yang pernah diusulkan untuk Pemilu 1971 dan Pemilu 1977, belum berhasil digolkan dalam forum legislatif kita. Penulis sebagai salah satu yang turut memperjuangkan gagasan tersebut bersama 'independent group' di tahun-tahun 1969-1970, merasa sangat prihatin melihat pelaksanaan Pemilu 1971 dan Pemilu 1977 yang lalu. Pengorbanan demokrasi telah cukup lama kita berikan. Selama ini kita selalu bersikap kompromi dan toleran terhadap keganjilan-keganjilan/ketidak wajaran di republik ini. Tekad kita kini adalah memenangkan gagasan 'sistim distrik' tersebut, di mana tidak ada anggota DPR yang diangkat/ ditunjuk. Mari kita ambil analisa sederhana dari Pemilu 1971 & 1977. Bila 1 (satu) anggota DPR untuk daerah tingkat I mewakili 400.000 suara, maka 100 anggota DPR yang diangkat/ditunjuk adalah identik dengan 40.000.000 (empat puluh juta) suara! Sungguh luar biasa. Apa dasarnya bahwa yang seratus orang itu dikatakan utusan dari Golongan Karya, bila Golongan Karya sendiri telah diwakili (sebagai peserta) dalam Pemilu? Apa dasarnya dari yang 100 orang itu dibuat perbandingan 3 untuk ABRI dan 1 untuk sipil? Sudah sepatutnyalah semua anggota DPR dipilih melalui pemilihan langsung oleh rakyat -- di mana pemilih tidak lagi memilih tanda gambar, tetapi memilih kandidatnya (orangnya). Sistim distrik akan memungkinkan tokoh daerah tampil ke muka (berperanan) sebagai pemimpin membangun daerahnya. Karena sesungguhnya orang daerahlah yang lebih mengenal dan dikenal daerahnya. Mungkin suatu waktu nanti, sebagai penyempurnaan pelaksanaan sistim distrik tersebut, para gubernur dan walikota tidak lagi ditunjuk/diangkat. Tetapi dipilih langsung oleh rakyat di daerah masing-masing. Sesungguhnyalah demokrasi bukan milik rakyat Amerika Serikat saja. Tapi adalah bagian dari hak-hak asasi manusia dan landasan pokok suatu bangsa dalam bernegara. Alasan bahwa Amerika Serikat telah 200 tahun merdeka, dan Republik Indonesia baru 31 tahun, tidak bisa diterima sebagai sikap kompromi. Karena kita kini hidup pada waktu yang sama, dalam dunia kehidupan modern di mana kita sendiri telah mempunyai alat komunikasi ultra modern 'Palapa,' sehingga perbedaan waktu bisa diperkecil. Sikap selalu kompromi dan mentolerir segala keganjilan/ketidakwajaran selama ini tak ubahnya seperti tingkah burung onta yang menanamkan kepalanya sendiri ke dalam tanah. Bukankah lambang negara kita adalah garuda yang gagah dan berani menghadapi segala tantangan? SUGENG P. RAHARDJO 688 Chestnut STR Secacus, New Yersey 07094, USA.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus