Bocah-botah kedungombo: mengapa belajar mereka dihentikan

Saya sangat prihatin melihat nasib bocah-bocah di Desa Kedungpring, yang tidak bisa bersekolah karena kebijaksanaan camat setempat yang melarang mereka belajar dalam kelompok yang diprakarsai Romo Mangunwijaya (TEMPO, 9 Maret 1991, Nasional). Terlepas dari masalah dibangunnya Waduk Kedungombo dengan segala ekses yang ditimbulkannya, baik positif maupun negatif, ada baiknya kita renungkan sejenak nasib bocah-bocah itu, yang tak tahu persoalan orangtuanya, sehingga mereka sampai sekarang masih bertahan di daerah kritis dengan mempertaruhkan segalanya. Perlu kita renungkan nasib mereka yang tak punya kesempatan belajar sebagaimana layaknya bocah-bocah yang lain. Dan ketika kesempatan itu datang, birokrasi telah merenggutnya kembali. Kenapa itu mesti terjadi? Kenapa izin yang dipermasalahkan? Kenapa masalah ini dikaitkan dengan politik? Dalam keadaan darurat, jalan apa pun bisa ditempuh selama tujuannya jelas dan positif. Seperti yang dikatakan Y.B. Mangunwijaya, bahwa misinya hanyalah misi kemanusiaan sebagaimana palang merah terjun ke kancah peperangan. Mereka tak memihak pada siapa pun yang bertikai. Tapi itu dilakukannya karena ada manusia-manusia yang perlu ditolong berdasarkan rasa kemanusiaan. BEN SOEDARMORO Jalan Letjen Soeprapto 10 Kandangan - Kalimantan Selatan