Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Bom Boleh Meledak, tapi Hati Tak Boleh Terprovokasi

Kegiatan teror menggunakan bahan peledak semakin marak. Tampaknya, ada upaya sistematis untuk memicu perang saudara di Indonesia. Kita harus melawannya.

4 Juni 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RENTETAN bom meledak di Medan, pekan lalu. Umumnya berlokasi di gereja dan tak ada satu pihak pun yang mengaku sebagai pelakunya. Tak ada yang ditangkap polisi kecuali dua orang bintara TNI-AD yang diserahkan ke detasemen polisi militer karena dilaporkan masyarakat membawa granat dan—belakangan diketahui—mengendarai mobil beridentitas palsu yang mogok di jalan tol.

Tak lama kemudian, sebuah mobil meledak di Nganjuk, Jawa Timur. Dari puing-puing Suzuki Futura, selain sebuah mayat gosong, ditemukan serpihan granat, ribuan peluru standar TNI, dan segepok dokumen propaganda Laskar Jihad Ahlussunnah Wal-Jamaah. Juga sopir yang tewas, yang belakangan diketahui baru saja datang dari Maluku.

Sementara itu, di Poso, kerusuhan antar-agama yang menewaskan puluhan orang dan membuat ribuan penduduk mengungsi terpicu setelah sekelompok orang berpakaian ninja memorak-porandakan kerukunan beragama di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah itu. Bahkan, dampaknya sempat merembet ke Makassar ketika sejumlah aktivis mahasiswa melakukan penggeledahan terhadap mereka yang bukan Islam. Di lebih timur lagi, ketegangan penduduk beragama Islam dan Kristen di Maluku juga belum mereda setelah dua tahun bertempur.

Seluruh wilayah Indonesia akan dibakar perang agama? Tampaknya, begitulah motif yang menggerakkan para penebar bom. Untungnya, di Medan, tokoh masyarakat kebanyakan tidak terpancing. Selain kerukunan sudah berlangsung lama, umumnya orang ramai curiga bahwa pemasangan bom bukanlah bermotifkan agama, melainkan merupakan ulah oknum aparat yang masih memimpikan kembalinya kejayaan masa lalu.

Kecurigaan ini ada dasarnya. Kehadiran berbagai kelompok radikal di sejumlah penganut agama di Indonesia sudah berlangsung lama, tapi mengapa kebanyakan peledakan rumah ibadah dengan bom baru berlangsung setelah orde reformasi? Juga mengapa tiba-tiba begitu banyak kegiatan provokasi berlangsung nyaris di seluruh Tanah Air, terutama di wilayah yang perbandingan penduduk dua agama berbedanya berimbang? Ditambah lagi, peledakan umumnya terjadi setelah tekanan terhadap kelompok-kelompok yang berjaya di era Orde Baru baru meningkat.

Bukan tidak mungkin para pelaku langsung teror antar-agama ini adalah kelompok radikal di penganutnya masing-masing. Namun, tanpa mendapatkan dukungan logistik—seperti uang dan bom—kelompok seperti ini terbukti tak melakukan kegiatan berarti di masa lampau. Bukankah kelompok teroris sehebat yang dipimpin Carlos pun tak melakukan apa-apa jika tak ada pemesannya?

Alhasil, wajar jika terbit dugaan bahwa semua aksi teror terjadi karena ada kelompok yang mengenal mereka dan tiba-tiba memasok kelompok-kelompok radikal itu dengan dana, data intelijen, serta bahan peledak. Harapannya, para korban akan bereaksi sesuai dengan garis suku, agama, ras, atau kelompok tertentu dan memicu perang saudara di Indonesia.

Untuk menangkalnya, masyarakat harus bersikap kritis dan tak mudah terprovokasi. Selain itu, aparat hukum harus terus ditekan agar berupaya lebih giat menangkap pelaku dan membongkar jaringan penyandang dana serta aktor intelektualnya. Bila kelompok pemesan teror sudah terbasmi, ancaman kehadiran kelompok radikal mudah untuk diminimalkan. Percayalah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus