Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelajaran mendesak yang harus diberikan kepada wakil rakyat di Senayan adalah bagaimana bersikap sopan terhadap tamu. Selama ini mitra kerja wakil rakyat, termasuk para menteri, sering mengeluh soal adab anggota Dewan dalam acara dengar pendapat. Mereka diundang ke Senayan hanya untuk dicecar dengan cara yang meninggalkan tata krama.
Kini, setelah berhari-hari Panitia Khusus Hak Angket Bank Century bekerja, secara terang-benderang masyarakat menjadi saksi bahwa keluhan itu ternyata benar. Anggota Panitia Khusus, dengan kepercayaan diri kelewat besar, bertindak tak patut terhadap para saksi. Ketidaksopanan dalam mengajukan pertanyaan—baik retorika, bahasa tubuh, maupun bahasa ucap—sudah memprihatinkan. Mantan Ketua Umum Muhammadiyah Syafi’i Ma’arif, misalnya, secara terbuka meminta agar tata krama mengajukan pertanyaan diperbaiki. Di Internet—terutama lewat Facebook—keprihatinan berubah menjadi kecaman.
Ketika bertanya, anggota Dewan beraksi bak interogator yang menggiring saksi untuk menjawab seperti yang dikehendaki sang penanya. Kalau jawaban berbeda, senjata sudah disiapkan: ”Bapak sudah disumpah, jangan berbohong.” Atau, ”Anda mau dituduh contempt of parliament?” Di mata anggota Pansus, saksi seakan pesakitan, sehingga prinsip dasar pemeriksaan, seperti menjunjung asas praduga tak bersalah, dilabrak begitu saja.
Padahal, menurut penjelasan Pasal 27 huruf c Undang Undang Nomor 22 Tahun 2003, angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Hak angket adalah hak konstitusional DPR untuk melakukan investigasi atas dugaan skandal.
Yang ditekankan adalah penyelidikan terhadap kebijakan yang sudah dijalankan, bukan soal pendapat atau pemikiran bagaimana sebaiknya kebijakan dilakukan. Kasus yang diselidiki itu baru diduga menyimpang dan belum pasti menyimpang. Dalam pengadilan politik itu, saksi bukan tersangka, apalagi pesakitan, jadi perlu diberi kesempatan yang pantas untuk bicara.
Mekanisme persidangan juga tidak adil. Jumlah anggota Panitia Khusus 30 orang, semuanya memanfaatkan waktu yang sudah ditetapkan, bahkan sering berlebih. Karena itu pertanyaan sering berputar-putar dan tumpang-tindih. Pertanyaan yang dibumbui komentar, muatan politisnya tinggi, barangkali untuk menaikkan citra partai. Ini membuat seorang saksi bisa diperiksa lebih dari sepuluh jam. Menteri Keuangan Sri Mulyani, misalnya, diperiksa dari pukul 11 pagi sampai pukul 11 malam, sedangkan sebagian anggota Panitia Khusus bisa mondar-mandir. Ketika Sri Mulyani mulai tampak lelah pada malam hari, anggota seperti Bambang Soesatyo malah datang ke studio televisi untuk ”cuap-cuap”. Betapa tidak etis dan tak sopannya tindakan ini.
Panitia Khusus Bank Century sesungguhnya bisa jadi tonggak baru pengawasan legislatif terhadap kerja eksekutif. Kalau saja para wakil rakyat bisa memanfaatkan kasus ini dengan maksimal, harapan menuju Indonesia yang lebih baik bisa terwujud. Mestinya anggota Panitia Khusus melakukan investigasi dulu—mewawancarai banyak orang, mengumpulkan data, mengecek berulang-ulang—dan baru bertanya kepada saksi di Senayan. Tapi, jika benar anggapan orang bahwa anggota Panitia Khusus lebih tertarik merawat ego pribadi dan nama partai ketimbang mencari temuan berarti, sebuah antiklimaks akan terjadi di Senayan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo