Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Disiplin Partai Gaya Golkar

Pemecatan anggota Partai Golkar karena pro-SBY merupakan gejala kembalinya otoriterisme kepemimpinan seperti zaman Orde Baru.

27 September 2004 | 00.00 WIB

Disiplin Partai Gaya Golkar
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Selepas dari masa kejayaan Orde Baru, Partai Golkar ternyata tidak kebal penyakit perpecahan partai politik. Ketika di satu pihak Partai Golkar menambah kekuatan luar dengan menggalang Koalisi Kebangsaan, ke dalam partai sendiri kekuatannya dipecah dengan memecat sekelompok pengurus yang berbeda haluan. Jika ke luar bisa berunding mencari persamaan, ke dalam partai pertentangan diselesaikan tanpa kompromi berpanjang-panjang. Demi disiplin partai, ujar Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Akbar Tandjung.

Yang dipecat dari kepengurusan dan bahkan keanggotaan Partai Golkar antara lain Fahmi Idris dan Marzuki Darusman. Mereka adalah pemrakarsa pembentukan Forum Pembaruan Partai Golkar (FPPG), yang haluannya mendukung SBY dan Jusuf Kalla dalam pemilihan presiden. Mereka juga anti-"koalisi permanen" antara kekuatan Partai Golkar, PDI Perjuangan, PPP, dan beberapa partai kecil lain dalam apa yang disebut Koalisi Kebangsaan. Yang dipecat merasa bahwa prosedur dan persyaratan pemecatan tidak dipenuhi dengan sempurna, sehingga keputusan Akbar Tandjung dianggap tidak sah. Jusuf Kalla, anggota Partai Golkar yang sudah hampir resmi jadi wakil-presiden terpilih, juga turut dipecat.

Akbar Tandjung adalah politisi yang gigih meyakinkan semua orang bahwa partai politik adalah satu-satunya alat andalan untuk memajukan aspirasi politik. Ternyata dasar kebanggaan dan keyakinannya tentang keampuhan mesin partai kurang terbuktikan, baik oleh Partai Golkar sendiri maupun bersama partai lain dalam Koalisi Kebangsaan. Setidak-tidaknya demikianlah yang diperlihatkan oleh hasil dua putaran pemilihan presiden. Suara rakyat yang memilih secara otonom tak terkalahkan oleh suara pemilih yang digerakkan mesin partai.

Mungkin Akbar Tandjung ingin menyangkal kenyataan gagalnya mesin partai dengan menyalahkan anggota partai yang menyeleweng dari garis partai. Karena itu ia mengenakan disiplin partai dengan sanksi pemecatan. Disiplin perlu untuk memperkuat partai politik. Partai memang harus kuat dalam sistem demokrasi perwakilan yang mengakui politik kepartaian. Disiplin anggota adalah konsekuensi watak kolektif partai, yang terlihat dari kesamaan dan persamaan para anggotanya, dalam wujud kepatuhan pada keputusan bersama pula. Yang jadi soal, apakah keputusan menjatuhkan sanksi pemecatan itu mencerminkan kepentingan bersama atau kepentingan pemimpin partai yang menggunakan kekuasaannya untuk mengatasi kegagalan politiknya sendiri. Jika dasarnya adalah kepentingan ketua partai saja, itu artinya mengingkari, bahkan meniadakan watak kolektif partai yang jadi syarat untuk berfungsi dalam demokrasi perwakilan.

Pemecatan yang menyimpang dari prosedur adalah pertanda bahwa kebersamaan dikalahkan, karena prosedur adalah hasil persetujuan bersama sebelumnya. Pimpinan Partai Golkar bertindak lebih jauh lagi dengan meminta KPU menunda pelantikan Fahmi Idris dan Marzuki Darusman sebagai anggota DPR. Cara ini di luar ketentuan, karena seharusnya—bila tidak berkenan dengan anggota yang melanggar disiplin—hal itu dilakukan melalui mekanisme penggantian anggota antarwaktu. Apakah ini didasarkan kepentingan Ketua Akbar Tandjung dan kawan-kawan, atau demi partai?

Dulu Golkar adalah organisasi kombinasi kekuasaan politik dan birokrasi, sipil maupun militer. Pemimpinnya adalah penguasa, keputusannya didasarkan pada kemauannya, yang tak bisa disanggah. Sekarang Partai Golkar adalah organisasi sukarela. Jika Akbar Tandjung ingin kembali menggunakan cara otoriter Orde Baru dalam memimpin, risikonya adalah perpecahan partai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus