Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Istana di Tangan, Parlemen di Seberang

27 September 2004 | 00.00 WIB

Istana di Tangan, Parlemen di Seberang
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Kata oposisi cukup ramai dibicarakan belakangan ini. Terutama setelah hasil penghitungan suara pemilihan presiden kedua menunjukkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Muhammad Jusuf Kalla sudah dapat dipastikan akan menjadi pemenangnya. Bagi sejumlah pengamat politik, hal ini diartikan bahwa kelompok Koalisi Kebangsaan, yang di atas kertas menguasai mayoritas kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, telah tereliminasi dari istana dan akan menjadi kekuatan oposisi. Akbar Tandjung, Ketua Umum Partai Golkar yang juga mengepalai persekutuan berbagai partai politik itu, lebih suka menyebut posisi kubunya sebagai kekuatan "penyeimbang" di Senayan.

Bila kata "penyeimbang" yang dimaksud diambil dari konteks mekanisme "checks and balances" dalam sistem tata negara yang demokratis, tentu keadaan ini patut disambut sebagai perkembangan yang menggembirakan. Sebab, konsep trias politika jelas menyatakan pemisahan kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif merupakan prasyarat utama terbangunnya sistem kedaulatan rakyat yang sehat. Presiden yang dipilih rakyat bertugas memimpin pemerintahan, dalam koridor yang dibatasi oleh undang-undang yang dibuat oleh para wakil rakyat di parlemen. Sedangkan mereka yang melanggar pagar hukum itu diberi sanksi oleh majelis hakim yang dikelola di bawah lembaga Mahkamah Agung.

Indikasi yang menggembirakan ini sayangnya tercederai oleh tersebarnya berita miring dari sejumlah peserta rapat pimpinan Koalisi Kebangsaan di rumah pribadi Presiden Megawati, Kebagusan, Senin malam 20 September lalu. Dalam pertemuan evaluasi itu ternyata muncul pendapat dan usulan untuk mengganjal roda pemerintahan periode 2004-2009, bahkan hingga ada yang menyimpulkan jabatan kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono tak akan tahan lebih dari setahun. Keesokan harinya, hal ini dikabarkan juga dibicarakan dalam rapat pimpinan PDIP di kantor pusat Lenteng Agung. Termasuk niat untuk mengeluarkan alokasi dana subsidi bahan bakar minyak untuk tiga bulan terakhir tahun ini dari anggaran resmi. Beruntung pelaksanaan rencana ini di Senayan belum membuahkan hasil karena tak semua wakil rakyat di Koalisi Kebangsaan menyetujui keputusan tak terpuji ini.

Kegagalan pelaksanaan kesepakatan para pimpinan partai tersebut semakin menunjukkan masih bermasalahnya kehidupan partai politik negeri ini. Setelah terbukti gagal menggiring para pendukung mereka untuk mencoblos calon presiden pilihan para pimpinan pusat partai, kini malah kalangan elitenya ikut terpecah, bahkan di Partai Golkar sampai terjadi pemecatan sejumlah personel di tingkat ketua. Kejadian ini semakin menguatkan pendapat yang menyatakan terjadinya jurang yang sangat lebar antara aspirasi pimpinan partai dan para anggotanya.

Kehadiran jurang ini pada partai-partai warisan Orde Baru memang sulit dihindarkan. Soalnya, di masa itu partai didirikan sebagai alat memobilisasi massa para pimpinannya dan bukan penyalur aspirasi para anggota di jajaran akar rumput. Ini sangat berbeda dengan partai baru seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang untuk menyusun daftar calon anggota legislatifnya melakukan pemilihan umum internal yang melibatkan hampir 200 ribu anggota aktifnya.

Disiplin partai memang hanya akan berjalan jika terjadi kesamaan antara aspirasi anggota dan pimpinannya. Karena tujuan utama setiap partai adalah merebut puncak kekuasaan alias presiden, sedangkan posisi ini sekarang diraih melalui pemilihan langsung oleh rakyat, semua partai yang sejati tak punya pilihan lain kecuali menyesuaikan diri melakukan pula pemilihan langsung untuk posisi ketua umum dan para calon legislatifnya. Tanpa langkah penyesuaian seperti ini, jurang aspirasi elite partai dan jajaran akar rumputnya tak akan pernah dapat dijembatani.

Kekalahan Koalisi Kebangsaan dalam merebut kursi presiden menunjukkan lebarnya jurang aspirasi yang ada. Karena itu, sepatutnya para pengurus partai-partai koalisi ini segera melakukan pembenahan internal, mengganti jajaran pimpinan yang aspirasinya berbeda dengan mayoritas anggota partai dengan pimpinan baru yang mewakili kepentingan konstituennya. Bila hal ini dilakukan, manuver politik pimpinan partai dalam membangun berbagai koalisi akan lebih kredibel dan efektif. Terutama dalam membangun rambu-rambu undang-undang untuk memastikan pemerintah yang berkuasa menjalankan wewenangnya dalam koridor yang diinginkan.

Sebaliknya, bila permasalahan jurang ini tak segera dijembatani, kerentanan partai terhadap konflik internal akan tinggi. Kendali partai terhadap kader-kadernya di parlemen juga akan hilang dan sangat mungkin akan dibajak kalangan yang punya banyak uang atau sumber daya lainnya. Jika keadaan ini dibiarkan, eksistensi partai yang akan jadi taruhannya.

Ini jelas bukan hal yang diinginkan. Tanpa kehadiran partai politik yang sehat, tak mungkin terbangun sistem demokrasi yang kuat dan berkualitas tinggi. Karena itu, ketimbang menguras energi dalam kegiatan saling ganjal, semua partai sebaiknya berkonsentrasi berbenah diri, mengumpulkan simpati dan dukungan rakyat sebanyak-banyaknya. Pertarungan merebut tampuk kekuasaan di tahun 2009 nanti akan jauh lebih sulit ketimbang yang baru dilalui. Sebab, hanya partai politik yang menguasai sedikitnya 15 persen suara rakyat atau 20 persen kursi DPR yang diperbolehkan mengajukan calon presiden.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus