Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Dostoevsky di jenggawah

Bupati jember membuang buku, the idiot karya fyodor m. dostoevsky yang menyatakan tanah itu ibunda dari tuhan, maka kita harus cinta tanah. mungkin ia suruhan ptp xxvii yang harus dipulihkan keinsyafannya.

13 Juni 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TATKALA malam kian larut, dan jangkrik sudah mulai berkencan di bawah pokok-pokok tembakau yang sebentar lagi diangkut ke kapal menuju Bremen, buku buruk yang dipungutnya dari tong sampah rumah Bupati dibuka-bukanya helai demi helai. Pastilah buku rombengan, kalau tidak mana mungkin dicampakkan dari lemari kabupaten. Lemari yang mulia hanya menyimpan buku-buku mulia - setidaknya tumpukan kertas mulia - yang penuh belaka dengan angka kekayaan dan pembangunan daerah Jenggawah. getiap Bupati yang pandai senantiasa punya kebiasaan membuang buku tak berguna ke tong sampah, kalau tidak ke comberan. Buku itu buku Fyodor M. Dostoevsky. Dari mana pula asal orang ini? Jangan-jangan dari Sukorejo. Disimaknya ogah-ogahan. Oh, soal tanah! Heran juga dia di mana-mana orang bicara tanah, pemukiman para cacing dan pijakan telapak turun-temurun. Feodalisme mempersilakan menginjak-injak lengkap dengan petaninya sekaligus hingga terampun-ampun. Kolonialisme memasukkannya sekali sapu ke dalam kantung dan tinggal di sana hingga orang membabat kepalanya dengan parang. Sungguh suatu sumber derita dan sekaligus sumber kehidupan yang tanpanya makhluk hidup akan melayang-layang di langit atau berhamburan bagai laron. Alyosha, kata Zossima dalam buku itu, biasakanlah letakkan kamu punya jidat menyentuh tanah, ciumlah dia sehabis cium, cintailah tanah itu sepenuh hati dan sehabis cinta, karena tanah itu adalah segala-galanya. Dan Alyosha mematuhi petuah Zossima walau yang bersangkutan sudah berangkat ke alam baka. Tanpa malu-malu dikecupnya tanah tiap saat, dadanya berombak oleh sedu dan sedan, dipeluknya dengan geram seperti memeluk bunda yang bertahun lenyap terbawa angin. Tanahku, kasihku! Begitu Alyosha begitu pula Maria Lebyadkina yang malah lebih gila-gilaan lagi. Buat orang Rusia, katanya dengan bibir gemetar, tanah itu adalah "ibunda yang dipersembahkan kepada kita dari Tuhan Yang Maha Kuasa" yang mesti dipeluk sambil sembahyang menghadapnya. Masya Allah, begitu benar kemuliaan sepotong tanah. Jangan-jangan (pikirnya) Fyodor M. Dostoevsky ini hanya sekedar seorang penghasut atau suruhan dari PTP XXVII! Ini patut dicurigai, diawasi, ditertibkan, dan kalau perlu ditatar habis-habisan supaya keinsyafannya pulih seperti sediakala. Syukur-syukur Kodim Jember sudi bertundak supaya perkaranya jadi ringkas. Bukankah menurut kabar Fyodor M. Dostoevsky sudah terbiasa diamankan di Siberia oleh Tsar Nicolas II? Pengamanan ulang tidak akan berarti apa-apa baginya. Tiba-tiba mata anak Jenggawah ini lebih membelalak dari biasanya (apalagi lampu petromak sudah mulai menyusut sinarnya). Rupanya buku brengsek yang dipungutnya dari tong sampah rumah Bupati Jember itu namanya The Idiot, buku ihwal orang sinting. Hanya orang sinting yang membikin buku perihal orang sinting. Bukankah begitu banyak pembesar dan pejabat yang mulia bisa dikisahkan, kenapa memilih orang sinting? Tak syak lagi, satu-satunya ilmu yang dituntutnya di bangku sekolah hanyalah cara bagaimana bikin resah, dan ini mesti ditumpas setumpas-tumpasnya hingga serbuknya pun tidak boleh bersisa. Coba saja pikir tenang-tenang. Hatta tokoh Myshkin -- tak peduli betapa sucinya dia di mata Dostoevsky sampai-sampai nekat berkata: "Barangsiapa tidak memiliki tanah punya sendiri berarti dia pun tidak memiliki Tuhan." Ini sudah kelewat batas. Ini sudah lebih dari cukup. Ini sudah mengada-ada. Ini sudah cari perkara. Ini sudah mengganggu ketertiban umum. Ini sudah mesti digiring ke kantor. Apa pula yang sudah ditelan oleh orang Sukorejo ini (maaf, orang Rus ini) sehingga sarafnya jadi begitu berantakan? Buku buangan Bupati ke tong sampah itu lekas-lekas dicampakkan ke bawah lemari. Selain membikin hatinya kacau balau, juga membuat matanya mengantuk. Dia pun mengambil keputusan duduk di depan rumah' menatap ke arah kebun tembakau yang cuma disinari oleh sinar bintang kemintang, dan memaki-maki dalam hatinya: "Persetan dengan semuanya itu!!!" Fyodor M. Dostoevsky boleh ngomong seenak hati supaya mencintai tanah dan mengecupnya dengan bibir sampai air mata berlinang-linang, tapi dia toh cuma orang Rus. Dia sama sekali bukan orang Jenggawah. Tahu pun dia tidak di mana letak Jenggawah itu. Ngomong mah meunang!

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus