DAHULU kala di Condet, Betawi tersohorlah sebuah nama Entong
Gendut. Kita tidak tahu adakah ia gendut. Yang pasti, laki-laki
ini pemberani. Dialah yang memimpin rakyat Condet melawan wedana
dan mantri polisi - karena ia sedih menyaksikan rumah petani
dibakar habis oleh tuan tanah.
Itu terjadi di dasawarsa pertama abad ke-20 ini, dan bukan dalam
cerita lenong. Yang menceritakannya adalah ahli sejarah kita
yang tersohor itu, Sartono Kartodirdjo, dalam bukunya Protest
,Movements in Rural Java.
Syahdan, di zaman itu, tuan tanah tak kalah serakahnya dengan
zaman ini. Oleh sebuah peraturan gubernemen di tahun 1912, tuan
tanah sering mengadukan ke landrad para petani yang gagal
membayar cukai kepadanya. Dan tuan tanah di desa Condet di
sub-distrik Pasar Rebo ini keliwat getol dalam membikin perkara.
Akibatnya banyak petani yang bangkrut, rumahnya dijual atau --
tak jarang -- dibakar.
Entong Gendut melihat semua ini, dan ia diam-diam menggertakkan
geraham.
Insiden pertama terjadi di bulan Pebruari 1916. Menurut
keputusan landrad di Meester Cornelis 14 Mei 1914, pak tani Taba
dari Batu Ampar harus membayar 7.20 gulden ditambah ongkos
perkara. Tanggal 15 bulan itu ia diperingatkan. kalau tidak bisa
bayar, yang berwajib akan menyita miliknya.
Rakyat, para tetangga pak Taba, marah. Mereka berkumpul di kebon
Jaimin di sebelah utara, ketika para yang berwajib datang untuk
melaksanakan hukuman. Maksud kerumunan itu ialah buat mencegah
nasib buruk yang sudah dijatuhkan ke kepala Taba. Dan Entong
Gendut hadir di sana. Tapi rakyat gagal, walaupun telah
berteriak-teriak, maki-maki, dan berdoa.
Insiden kedua terjadi di depan Villa Nova, rumah nyonya besar
Rollinson yang memiliki tanah di Cililitan Besar. Itu malam
tanggal 15 April. Ada pertunjukan topeng. Tapi suasana sudah
panas. Ketika sore tadi tuan tanah dari Tanjung Oost, Ament,
naik mobilnya lewat jembatan, ia dilempari batu. Dan ternyata
ketika pertunjukan topeng menuju jam 11 malam, terdengar
teriakan-teriakan. Acara supaya dihentikan, begitu orang
berseru. Perintah datang dari Entong Gendut. Rakyat patuh dan
mereka bubaran, dengan tenang.
Tapi wedana marah. Dia suruh orang memanggil Entong Gendut
menghadapnya ke Meester Cornelis. Ketika mantri polisi dan
demang datang ke Batu Ampar, mereka dapatkan Entong Gendut di
rumahnya dikelilingi kawan-kawannya, antara lain Haji Amat Awab
dan Maliki. Ketika Entong Gendut ditanya kenapa ia berani nyetop
pertunjukan topeng, laki-laki itu menjawab: "Demi agama." Ia
hendak mencegah perjudian. Ia menjelaskan betapa rakyat dibebani
hutang dan rumah mereka dijual atau dibakar -- sementara polisi
cuma membantu tuan tanah dan orang Belanda.
Mantri polisi dan demang merasa Entong sudah kurang ajar, tapi
mereka tak berani. Sebab Entong Gendut sudah siap nampaknya.
Seraya pegang keris ia berseru garang: "Aye gedruk tanah maka
ini tanah bakal jadi laut!" -- dan dari semak-semak muncullah
puluhan orang bersenjata, siap.
Maka cemaslah para yang berkuasa. Dan benar juga firasat.
Tanggal 9 April 1916, ada info yang memberitahu para pejabat di
Pasar Rebo dan Meester Cornelis, bahwa banyak orang berkumpul di
rumah Entong Gendut. Dan sepucuk surat rupanya memang dikirim
oleh Entong Gendut kepada demang, agar demang menghadap si "Raja
Muda" atau Entong Gendut sendiri.
Hari Ahad dan Senennya sibuklah wedana. Ia sendiri memimpin
patroli. Dengan diiringi sepasukan polisi, ia menuju ke rumah
Entong. Rumah itu pun dikepung. Wedana berteriak supaya Entong
keluar. Entong menjawab ia akan keluar setelah selesai
sembahyang. Dan ketika ia keluar -- dengan membawa tombak yang
ditutupi kain putih serta keris dan bendera merah yang dihiasi
bulan sabit putih -- ia mengatakan dirinya Raja. Ia tak tunduk
pada hukum apapun dan juga pada Belanda. Para pengikutnya pun
berteriak: "Sabillullah, tidak takut!" dan pertempuran terjadi.
Wedana berhasil ditangkap rakyat, tapi kemudian bantuan datang
dan Entong Gendut mati ....
Insiden Condet -- seperti halnya banyak kejadian di tanah air
kita bahkan setelah kemerdekaan -- tak cukup bisa diterangkan
sebagai sekedar soal "ideologi". Sejarah punya banyak jawaban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini