Fippi: perlu sikap arif

Menanggapi keluhan HIPPI yang disuarakan oleh Iman Taufik, seorang komentator yang tidak mau disebutkan namanya dan memiliki jabatan penting di kelompok bisnis milik keturunan Cina mengatakan, "Teriakan itu bagaikan orang yang tidak bisa baca dan tulis, tapi hanya teriak saja, tanpa mau belajar baca dan tulis" (TEMPO, 1 Juni 1991, Ekonomi & Bisnis). Menurut saya, pernyataan tersebut bernada angkuh dan tidak peduli, malah cenderung memanaskan suasana. Memang suatu kenyataan yang tidak bisa dimungkiri bahwa ada kesenjangan antara pengusaha pribumi dan nonpribumi. Untuk itu, diperlukan dialog dan kerja sama yang tulus terus-menerus agar kesenjangan tersebut lambat-laun bisa diatasi. Pernyataan yang saling menyinggung perasaan bukanlah penyelesaian masalah, malah sebaliknya membuat kita semua mundur ke belakang. Toh hati nurani kita semua tidak menginginkan terjadinya perbenturan keras seperti yang pernah terjadi di Jerman, yakni antara kaum Nazi yang ekstrem dan golongan Yahudi yang makmur. Dialog dan kerja sama terus-menerus perlu dikembangkan agar kekurangan yang ada bisa ditutupi dan kelebihan yang lain bisa ditularkan. Jangan membuat kurungan masing-masing (pinjam istilah Mas Sobari) sambil mengadu keras kokok ayam jantan yang menantang lawan. Marilah kita renungkan betapa indah hidup rukun damai dan saling berbagi rata. Untuk itu, diperlukan pengorbanan dari semua pihak. Komentar yang arif dan bijak dari Saudara Edwin Soeryadjaya sungguh menyejukkan hati, semoga harapan tersebut bisa diwujudkan untuk menciptakan kemakmuran yang lebih merata. ACHSIN UTAMI CHOLIQ Lachnestr. 14 7500 Karlsruhe-1 Germany